Sejarah Manusia Memakan Daging Kuda - IniKabarKu.com

Breaking


PERKEMBANGAN VIRUS CORONA

Berita Selengkapnya

Bersama Lawan Covid-19

Sejarah Manusia Memakan Daging Kuda



Daging kuda berlabel daging sapi menjadi topik yang sedang hangat dibicarakan di Eropa pekan ini. Walaupun mengonsumsi daging kuda merupakan hal yang biasa di beberapa negara, bahkan di Eropa sendiri, skandal ini membuat berang masyarakat yang merasa tertipu.


Mereka membeli daging dalam kemasan dengan label dan harga daging sapi, tetapi ternyata berisi daging kuda.

Daging kuda memang mudah dimasak, lezat, bergizi tinggi, dan berlemak rendah. Namun, orang Inggris tak makan daging kuda. Banyak orang merasa makan daging kuda sama seperti makan hewan kesayangan.

Dalam buku Hard Times - For These Times karya Charles Dickens yang diterbitkan tahun 1854, tokoh dalam buku tersebut, Bounderby, berbicang dengan tamunya mengenai makan kuda di masa mudanya.

Sejarah tentang makan kuda ini sangat panjang. Banyak budayawan pada masa prasejarah yang memperbolehkan makan dan mengorbankan kuda. Namun, ada pula yang melarang.

Paus Gregorius III pada tahun 732 melarang orang makan kuda. Tujuannya adalah untuk mencegah meluasnya praktik penyembahan berhala.

Pelarangan itu memang berdampak. Keyakinan religius yang dikombinasikan dengan faktor kebudayaan dan faktor ekonomi membuat makan daging kuda ditabukan di beberapa negara Eropa.

Sejak awal abad pertengahan, kuda memiliki posisi penting dalam kehidupan manusia. Selain sebagai simbol status, juga menjadi hewan tunggangan di masa damai dan perang. Kuda digambarkan sebagai hewan anggun yang sering muncul di permadani dan lukisan-lukisan.

Bagi orang Inggris, sangat tidak masuk akal makan hewan yang menyimbolkan banyak hal dan mahal, baik harga maupun pemeliharaannya, itu. Kebutuhan daging sudah dipasok dari sumber lain, yaitu sapi dan domba.

Hubungan emosional antara manusia dengan kuda yang telah membantu bekerja dan sebagai teman rekreasi membuat kuda tak layak dijadikan santapan di meja makan.

Berdasarkan pandangan ini, pada abad ke-17 muncul pelarangan makan daging kuda di sebagian negara Eropa. Pada era Victoria, makan daging kuda sering dikaitkan dengan keputusasaan dan kemiskinan.

Sebaliknya di Perancis, timbul situasi dan keadaan yang berbeda. Pada masa perang Napoleon, penduduk di beberapa kota terpaksa memakan daging yang tersedia di sekitar mereka ketika mereka lapar.

Salah satu pimpinan pasukan Napoleon menyarankan kepada tentara yang lapar agar memakan daging kuda ketika berperang. Ketika revolusi, kuda-kuda yang biasanya dimiliki kaum aristokrat, dibantai oleh rakyat jelata yang tak sanggup membeli daging.


Daging kuda sebagai bahan pangan mulai populer lagi pada pertengahan abad ke-19. Salah satu pendorongnya adalah melangitnya harga daging sapi dan daging babi, serta semakin banyaknya orang miskin.

Tahun 1866, Pemerintah Perancis melegalkan daging kuda sebagai makanan dan dibukalah toko daging yang khusus menjual daging kuda di Paris bagian timur. Toko ini menyediakan daging berkualitas baik dengan harga terjangkau.

Alhasil, viande chevaline alias daging kuda menjadi keharusan dalam kuliner Perancis. Tidak hanya toko daging yang memajang daging kuda, bahkan daging kuda juga dapat dijumpai dengan mudah di berbagai supermarket.

Di tempat lain

Di beberapa negara lain, kuda bahkan menjadi makanan utama. Misalnya di Meksiko yang merupakan produsen daging kuda nomor dua terbesar di dunia. Meksiko menghasilkan 78.000 ton daging kuda pada tahun 2009. Menurut laporan Organisasi Pangan Dunia, China memproduksi 168.000 ton daging kuda pada tahun 2009.

Daging kuda juga populer di Asia Tengah. Makan daging kuda merupakan salah satu budaya nomaden yang sudah melekat selama ratusan tahun. Di Mongolia, daging kuda sangat digemari khususnya saat musim dingin. Daging kuda diyakini dapat menghangatkan tubuh.

Di Jepang, kita dapat menemukan sashimi kuda. Kuda asap juga sangat populer di Italia.

Namun, tidak demikian halnya di AS. Tahun lalu, Chef Hugue Dufour dari New York berupaya memperkenalkan menu daging kuda. Ternyata dalam waktu singkat, dia menerima petisi dari 1.000 orang pencinta kuda yang memprotes sajiannya.


Memecahkan misteri

Siapa sebenarnya pihak yang menukar label daging kuda menjadi daging sapi di Eropa masih menjadi pertanyaan besar. Rantai perdagangan daging yang sangat panjang di kawasan Uni Eropa membuat pekerjaan ini menjadi sulit.

Dari rumah jagal hingga menjadi produk makanan siap saji yang terpampang di supermarket, daging kuda itu melewati berbagai tangan dan perantara di lintas negara.

Rumah jagal di Romania telah menyangkal menukar label. Sementara pabrik pengolahan makanan di Perancis membantah tuduhan telah menerima daging kuda dan memprosesnya lalu memberi label daging sapi.

Isu kontrol kualitas dan penipuan produsen menjadi bahasan utama. Kandungan daging kuda berlabel sapi tidak hanya terdapat pada produk olahan siap saji, tetapi sudah meluas ke daging segar.

Terakhir, Compass Group, perusahaan katering terbesar di dunia dan Whitbread, jaringan hotel terbesar di Inggris, menyatakan telah menemukan kandungan daging kuda pada ”daging sapi” yang mereka jual. Kita tunggu hasil penyelidikan, dari mana sebenarnya kuda bersalin rupa menjadi sapi.

Sumber: kompas.com