Isu sensitif menyangkut kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat. Kali ini bahkan lebih seru.
Penasihat Senior Tim Transisi, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan menaikkan harga BBM bersubsidi jenis premium sebesar Rp 3.000 per liter November mendatang. Jika sekarang harga premium Rp 6.500 maka setelah dinaikkan menjadi Rp 9.500 [per liter.
Menurut Luhut, ada sejumlah faktor yang mengharuskan pemerintahan Jokowi menaikkan harga premium tersebut, di antaranya untuk mengurangi beban anggaran subsidi BBM.
"Ada kekhawatiran defisit cash flow tidak bisa dihindari. Jadi diputuskan oleh Pak Jokowi, kenaikan harga BBM bersubsidi jenis premium Rp 3.000 per liter. November dimungkinkan untuk dinaikkan," kata Luhut di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Selasa (30/9/2014).
Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, Jokowi sudah dihadapkan pada kondisi APBN yang kritis saat baru menduduki jabatannya pada 20 Oktober mendatang. Jokowi bisa saja tidak punya cukup dana untuk mengelola negara.
"Saat masuk kantor kepresidenan nanti, Presiden Jokowi dihadapkan pada defisit anggaran mencapai Rp 27 triliun dan carry over BBM subsidi Rp 46 triliun. Total kas negara yang kosong mencapai 7,2 miliar dolar AS," jelas Luhut.
Dengan menaikkan harga BBM, Luhut menyebutkan, negara akan menghemat anggaran subsidi ratusan triliun rupiah. Apabila kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000/liter pada November 2014, APBN menghemat 13-14 miliar dolar AS atau bisa lebih dari Rp 150 triliun. Jika ini konsisten dilakukan, penghematannya akan terus bertambah. "Tahun depan (2015) lagi bisa hemat 20 miliar dolar, tahun depannya lagi hemat 26 miliar dolar," kata Luhut.
Sumber: tribunnews.com