Berthoni Dongoran terlihat bersemangat. Dia terus berbicara melalui pengeras suara tentang bangunan yang bernilai sejarah. "Di sebelah kiri kita ini adalah gedung Kimia Farma. Dahulu gedung ini disebut gedung setan," kata Thoni saat bus tingkat pariwisata melewati kawasan lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pada Senin, 24 Februari 2014.
Semangat pemandu tur ini cukup piawai dalam memberi informasi tentang tempat bersejarah di Jakarta. Meski jumlah penumpang sedikit, Berthoni tetap bersemangat. Dia tak peduli hanya ada satu atau dua penumpang. Setiap ada turis yang masuk, dengan cepat dia menyapa dan memperkenalkan diri. "Selamat datang di bus City Tour Jakarta. Bus ini adalah milik Dinas Pariwisata DKI Jakarta," begitu dia menyapa turis.
Usai memperkenalkan tentang bus pariwisata, pria 31 tahun ini pun menerangkan tentang bangunan atau tempat-tempat yang bernilai sejarah di kanan dan kiri jalan yang dilalui bus.
Menurut Thoni, panggilan Berthoni Dongoran, zaman kolonial Belanda setiap orang yang memasuki gedung setan akan berlaku aneh. "Mereka diam meskipun ditanya apa kegiatan yang dilakukan di dalamnya," kata dia.
Sikap demikian membuat masyarakat tidak tahu apa sesungguhnya fungsi gedung tersebut dan kegiatan apa yang dilakukan orang yang memasukinya. Belakang hari, kata dia, di dalam gedung itu ditemukan benda-benda penyembahan. "Kalau sekarang mungkin orang menyebutnya aliran sesat. Karena itu masyarakat menyebutnya gedung setan," kata dia.
Lepas melewati gedung setan, bus pariwisata melaju melewati lapangan Banteng. Dia pun bercerita asal-usul tempat tersebut. Pemerintah Belanda memfungsikan sebagai tempat latihan militer. Di situ, katanya, dulu juga ada kandang hewan, seperti kuda. "Jadi, lapangan Banteng ini jadi semacam tempat tentara kavaleri," kata dia.
Menjadi pemandu wisata bukan barang baru bagi Thoni. Sejak 2009 dia telah menggeluti menjadi pemandu wisata freelance rute Jawa-Bali (jalur darat). Tamatan Akadami Pariwisata Indonesia ini sebelum menjadi pemandu mendapat pembekalan dari Dinas Pariwisata DKI.
Menurut Thoni, training yang diterimanya selama satu pekan. Materi pelatihan meliputi kepariwisataan serta tempat-tempat bersejarah di Jakarta. Meski begitu, dia tetap membaca literatur untuk memperkaya informasi yang akan disampaikannya pada turis. Tak lupa, dia juga menyiapkan jurus bila ada turis yang mengeluh soal kemacetan Jakarta.
"Kalau ada turis yang komplain soal macet Jakarta, saya akan jelaskan sebaik-baiknya. Intinya bagaimana agar citra Jakarta tetap terjaga di mata mereka," kata Thoni. Dia mencontohkan, dirinya akan menjelaskan soal orang yang bekerja di Jakarta bukan cuma warga Jakarta, tapi juga orang Bekasi, Depok, Bogor, dan wilayah penyangga lainnya. Penduduk Jakarta pada siang hari mencapai 13 juta orang. "Jadi sebagai pusat Ibu Kota, Jakarta menjadi melting pot," kata Thoni.
Sebagai pemandu, Thoni siap menerangkan informasi dalam bahasa Inggris. "Kalau ada turis asing, kami sampaikan secara bilingual, dalam bahasa indonesia dan Inggris," kata dia
Sumber: tempo.co