Jokowi memang tak pernah curhat, tapi dari orang-orang dekatnya terungkap dugaan, Gubernur DKI Jakarta itu diduga menjadi target sabotase atau bahkan teror.
Ada dua hal yang mendasari kecurigaan itu. Pertama, ditemukan 3 alat sadap di rumah dinas Joko Widodo di Jalan Taman Suropati Nomor 7, Jakarta Pusat pada tahun 2012. Tak cuma itu, dikabarkan, kapal yang akan ditumpangi Jokowi ke Kepulauan Seribu tiba-tiba meledak setahun lalu. Ban mobil Pak Gubernur juga didapati dalam keadaan robek tak wajar.
Meski terdengar ‘gawat’, dugaan tersebut baru terkuak belakangan. Ada jeda panjang dari waktu kejadian. Kapolri Jenderal Pol Sutarman bahkan mengatakan, tak pernah ada laporan ke pihaknya. Penyelidik pun belum bergerak -- terutama terkait kasus dugaan penyadapan.
“Belum (diselidiki), kan nggak ada laporan dari yang bersangkutan (Jokowi),” kata Sutarman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 25 Februari 2014.
Polisi tidak akan memaksa politisi PDIP itu untuk melapor. "Ya itu sepenuhnya kalau merasa privasi tidak terganggu tidak usah (dilaporkan). Mengimbau Pak Jokowi? Wah itu kita kembalikan kepada yang bersangkutan," tandas Sutarman.
Jokowi pun tak berniat memperpanjang masalah. Meski tak menyangkal soal insiden kapal meledak. “Iya itu tahun kemarin, ya udah, itu udah kejadian tahun kemarin. Saya sekarang sedang ngurus banjir, ngurus genangan, ngurus Kartu Jakarta Sehat, ngurus Kartu Jakarta Pintar,” kata dia. Wong Solo itu bahkan tak lagi ingat hari dan tanggal kejadian. Ia tak ingin membesar-besarkan masalah tersebut.
Pun soal temuan alat sadap. Jokowi tak akan melaporkannya ke aparat. Kata dia, tidak ada pembicaraan penting yang dia lakukan, yang bisa membahayakan keselamatannya.
“Yang disadap dari saya juga apa sih. Saya juga kalau di rumah ngomong dengan istri, ngomong yang enteng-enteng saja, ngomong soal makanan, itu saja paling.”
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengaku mendengar kabar sejumlah kejadian yang mengancam Jokowi menjelang tahun 2014.
“Saya juga dengar hal itu, tetapi kita tidak bisa mengonfirmasi apakah hal itu itu sengaja atau tidak. Yang menjadi asumsi bahwa ada sabotase. Kalau itu dugaan yang sengaja untuk meneror kami, kita akan laporkan ke pihak yang berwajib. Masih kita cari tahu," kata Puan di Gedung DPR, Senayan.
Menurut Puan, tak bisa sekonyong-konyong mengasumsikan itu sebagai teror. "Kita tidak bisa membuktikan. Apa memang itu disengaja oleh oknum pihak luar atau itu masalah teknis yang kemudian diasumsikan sabotase," ujar Puan.
“Bukan Sabotase”
Kabar dugaan penyadapan dan sabotase terhadap Jokowi juga membuat kader senior PDIP sekaligus Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto berang. “Keterlaluan itu, itu betul-betul tidak omong kosong. Nyata,” kata dia.
Sidarto menuturkan, beberapa kalangan yang menuding Jokowi sedang melakukan pencitraan dengan mengaku-ngaku disadap atau upaya sabotase, hanyalah orang yang merasa tersaingi atas elektabilitas mantan Walikota Solo yang semakin naik saat ini. [Baca juga: Ruhut Curiga Alat Sadap di Rumah Jokowi Hanya Akal-akalan PDIP]
“Jokowi bukan pencitraan, jadi bukan (beli) dari Glodok dipasang. Saya sudah dengar dari Jokowi 2 bulan lalu (penyadapan) itu. Yang bilang pencitraan, saya kira itu soal alasan politik, kompetitor,” tandasnya.
Namun, Kepala Seksi Prasarana dan Angkutan Laut Dinas Perhubungan DKI Jakarta Kamaru Zaman menawarkan versi lain dari dugaan sabotase kapal meledak.
“Kapal patroli itu milik Dinas Perhubungan. Itu tidak meledak, tapi terbakar akibat hubungan pendek arus listrik. Kejadian itu sudah dilaporkan ke polisi dengan berita acara kebakaran. Tidak benar kalau ada sabotase,” kata Kamaru Zaman.
Zaman menuturkan, peristiwa itu terjadi pada 22 Desember 2012 sekitar pukul 22.00 WIB. Menurut Kamaru, ketika itu kapal patroli VIP 2 tersebut baru saja diisi bahan bakar di sebelah barat Dermaga Marina Ancol, Jakarta Utara.
“Waktu dilakukan pembersihan ada hubungan arus pendek di aki kapal. Api tiba-tiba membesar sampai seorang awak kapal mengalami luka-luka. Kapal itu semestinya digunakan oleh Jokowi pada Minggu keesokan harinya untuk perjalanan ke Kepulauan Seribu,” ucapnya.
BIN Bukan...Polri Juga Bantah
Benarkah ada yang menjadikan Jokowi target? Siapa? Teka-teki itu belum terjawab. Yang jelas, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman membantah keterkaitan pihaknya – pada kasus Jokowi maupun dugaan membuntuti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Yang pasti tidak dilakukan oleh Badan Intelijen Negara, itu saya pastikan. Tidak mungkin BIN melakukan hal itu. Apalagi terhadap beliau (Megawati), mantan pejabat yang sangat kami hormati, dan itu tidak mungkin,” kata Marciano di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin lalu.
Apakah sudah dapat diindikasikan pihak mana yang melakukan penyadapan itu? Marciano hanya berharap semua tidak gegabah dan tetap membatasi informasi satu dengan yang lainnya.
“Saya mengharapkan, semua pihak yang akan berperan di dalam pemilu ini. Menjaga komunitasnya masing-masing dan mereka juga harus dapat membatasi informasi yang menurut mereka rahasia, ya perlu dibatasi,” kata dia.
Polri pun membantah. “Tidak (ada). Kalau penyadapan di ruangan dengan alat sadap, semua orang bisa, seperti yang ditemukan alatnya itu," kata Sutarman di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Sutarman mengungkapkan, penyadapan yang dilakukan lembaga penegak hukum tidak menggunakan alat yang ditemukan di rumah dinas Jokowi.
"Penyadapan itu ada dua, penyadapan alat komunikasi itu misal handphone yang bisa dilakukan Polri, KPK, BIN dan kejaksaan, jadi berbentuk alat komunikasi," ungkap Sutarman.
"Dan saya pastikan saat ini yang bisa dilakukan oleh kita dan hanya kita yang bisa melakukannya di Indonesia penyadapan terhadap alat komunikasi. Nah kedua itu yang berbentuk alat sadap yang semua orang bisa melakukannya," sambung dia.
Terkait milik siapa alat sadap yang ditemukan tersebut, Sutarman berujar, pihaknya belum mengetahuinya karena Jokowi tak melaporkannya. "Kan yang bersangkutan tidak melaporkan, dan tidak merasa terganggu. Kita belum (tahu)," tandas Sutarman.
Jokowi sendiri sudah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) pada Kamis 6 Februari 2014. MoU yang membahas kerja sama perlindungan dokumen penting dan rahasia milik Pemprov DKI itu, juga bertujuan melindungi penyadapan.
Sumber: liputan6.com