Pasangan suami istri Alizuar dan Maryani sedang berduka atas meninggalnya anak kedua mereka tadi malam. Bayi perempuan prematur yang belum sempat diberi nama itu sudah divonis meninggal oleh dokter Rumah Sakit Bersalin Kartini, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Alizuar, mengaku kecewa pada Rumah Sakit Kartini, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dia menilai RS ini lalai dalam memberikan hasil keterangan kondisi bayi.
"Saya sangat kecewa karena memang saya tidak tahu menahu soal medis. Ya saya terima saja ketika anak saya dinyatakan meninggal pertama kalinya. Tahunya masih bernapas," ujar Alizuar saat dihubungi VIVAnews, Kamis 21 Februari 2013.
Bukan hanya dia, ketua RT yang ikut mendampinginya juga sempat mengamuk di RS itu. Meski demikian, Alizuar mengaku kini dia sudah ikhlas dengan kenyataan yang harus dihadapinya, anak kedua yang lahir prematur itu meninggal.
Pihak RS Kartini, kata Alizuar, menjelaskan penyebab kematian anak keduanya itu karena kondisinya prematur atau belum cukup umur, dalam paru-parunya belum cukup kuat untuk bernafas. "Apapun penyebabnya, ini semua sudah jalan Allah. Saya masih sedih, saya harapkan tidak ada kasus serupa seperti saya," kata dia.
Kronologis
"Saya memberitahu keluarga via telepon kalau istri saya sudah lahir dan saya kan ke luar RS dulu. Terus saya masuk lagi, saya kaget kok anak saya sudah dibungkus kain kafan dan ada surat kematian," ujar Alizuar saat dihubungi, Kamis, 21 Februari 2013.
Alizuar menjelaskan, pada Rabu siang hari istrinya mengaku sakit perut dan mulas, kemudian dia langsung menghubungi rumah sakit tempat biasa kontrol kesehatan bayi. Pihak rumah sakit menyatakan Maryani harus dirawat sebelum proses persalinan dilakukan. Padahal usia kandungan istrinya sendiri masih 24 minggu.
Setelah istrinya melahirkan, Alizuar menyaksikan bahwa saat itu anaknya dalam keadaan hidup, tetapi dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit Kartini sekitar pukul 14.25 WIB.
Dengan rasa duka yang mendalam dan kaget, dia kemudian memberitahu keluarga yang berada di kawasan Petukangan selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, untuk mencarikan petugas untuk mengurusi jenazah anaknya.
"Ketika anak saya mau dimandikan, tukang mandiin jenazah itu bilang kalau anak saya masih ada napasnya. Saya jadi bingung, kemudian saya periksa bidan dekat rumah saya, dan mereka juga bilang masih hidup," kata Alizuar.
Hasil rembukan dengan warga, ia disarankan untuk membawa anaknya kembali ke RS Kartini. Bayi merah itu kemudian dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 20.00 WIB. Di sana tidak ada dokter, hanya ada bidan. Rumah sakit memberikan tindakan dengan memberikan nafas bantuan dengan oksigen.
Pada pukul 23.00 WIB, rumah sakit memberitahu kepada Alizuar bahwa alat yang ada tidak memadai sehingga bayi harus dirujuk ke beberapa rumah sakit.
"Mereka juga bilang, kalau memang ketemu rumah sakit rujukan harus Down Payment (DP) Rp 15 juta. Di situ ada 6 rumah sakit rujukan, swasta dan negeri," katanya.
Karena tidak sanggup dengan biaya yang sangat amat mahal, anaknya tidak bisa terselamatkan lagi, dan meninggal pada pukul 23.15 WIB. Pihak rumah sakit lalu memberikan surat keterangan meninggal dengan data yang tidak lengkap dan terkesan asal-asalan, seperti jenis kelamin yang aslinya perempuan tetapi ditulis laki-laki.
Saat dikonfrimasi, bagian humas Rumah Sakit Bersalin Kartini belum mau memberikan keterangan. Menurut bagian informasi bernama Ati, saat ini sedang digelar rapat untuk membicarakan permasalahan ini. Rencananya, pada pukul 17.00 WIB, akan digelar jumpa pers terkait kasus ini.
Sumber: viva.co.id