Indonesia melalui Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (Aspertina), menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya Konvensi Baba Nyonya. Konvensi ini diadakan pada tanggal 28 hingga 30 November lalu dan dihadiri oleh para peserta federasi dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Australia dan Jepang.
Konvensi ini bertujuan untuk melestarikan budaya peranakan Tionghoa, sekaligus bertujuan untuk memperkenalkan budaya peranakan Tionghoa di Indonesia kepada manca negara. Budaya Peranakan Tionghoa telah menjadi bagian dari budaya nasional Indonesia karena budaya ini telah ada sejak ratusan tahun silam di Indonesia dan melebur dengan budaya lokal, demikian seperti yang dijelaskan oleh Andrew A. Susanto, ketua umum Aspertina.
Aspertina dalam menjalankan misinya tidak bersikap ekslusif, sehingga semua masyarakat walaupun bukan keturunan Tionghoa diperbolehkan untuk bergabung, tambah Andrew.
Pada konvensi ini, para peserta mengikuti seminar mengenai sejarah Peranakan Tionghoa di Indonesia yang dibawakan oleh guru besar Universitas Indonesia Prof. Dr. Abdullah Dahana. Selain itu, ada juga seminar mengenai pengaruh Peranakan Tionghoa terhadap perkembangan batik di Indonesia dengan Bpk. Hartono Sumarsono sebagai pembicara. Topik mengenai kuliner peranakan dibawakan oleh Aji 'Chen' Bromokusumo yang juga seorang penulis dan dewan pakar Aspertina.
Salah satu tujuan diadakan seminar ini adalah agar kita lebih menghargai sejarah budaya bangsa dan menghindari negara lain mengklaim budaya Indonesia. Biasanya kita baru peduli setelah ada negara lain yang mengakui budaya kita, tanpa pernah berusaha untuk melestarikannya, jelas Ragyan Antryz salah satu panitia konvensi. (inikabarku.com/ fd)