Mau menangguk untung, ternyata malah buntung. Begitulah yang dialami sejumlah nasabah PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Mereka bernasib sial, lantaran investasinya menguap dibawa kabur bos GTIS, Taufiq Michael Ong.
Taufiq Michael Ong |
Pemilik sekaligus presiden direktur perusahaan bisnis investasi emas berkedok syariah itu lenyap bak ditelan bumi. Sialnya, ia membawa dana nasabah hingga ratusan milyar rupiah.
Manajemen Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) pun mengakui bahwa dana nasabah dibawa kabur Taufiq Michael Ong. Mereka menyatakan bahwa Taufiq Michael tidak lagi menjabat sebagai direktur utama. Jabatannya dicopot dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) pada Senin (4/3/2013).
Dalam RUPS itu, telah dilakukan pengurus GTIS, dan pihak pengelola GTIS yang baru menyatakan telah melaporkan Michael Ong ke polisi. Menurut KH Aziddin, anggota Dewan Syariah MUI yang ditunjuk sebagai direktur PT GTIS yang baru, perseroan dalam RUPS-LB memutuskan akan mengatasi kasus yang sedang didera perusahaan.
KH Aziddin |
Selain itu, Aziddin mengatakan, manajemen baru bersama-sama dengan pemegang saham baru akan mengadakan pertemuan lanjutan untuk membahas skema pembayaran kewajiban perusahaan yang tertunda kepada seluruh nasabah GTIS.
"Termasuk, langkah-langkah untuk menjalankan kembali roda perusahaan seperti sediakala," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (5/3/2013).
Sayangnya, Aziddin belum mau menyebut total dana nasabah yang dibawa kabur Michael Ong. Ia menyatakan bahwa pihaknya belum menghitung dana nasabah yang dibawa kabur, detail jumlah dana nasabah di GTIS, dan tunggakan bonus. Pengurus baru GTIS pun masih dia rahasiakan.
Azidin hanya menjamin bahwa GTIS memiliki cukup dana untuk membayar bonus dan tagihan kepada nasabah. Ia menyatakan, GTIS telah mendapatkan seorang investor besar dari dalam negeri yang bersedia membayar penggantian dana.
Siapa investor itu? Lagi-lagi Azidin merahasiakannya. "GTIS ini sudah berjalan bagus, makanya investor mau masuk," kata Azidin. Dengan dasar itu pula, dia akan menjalankan bisnis GTIS seperti sedia kala.
Tanpa Izin
Belakangan diketahui bahwa GTIS beroperasi hanya berdasarkan izin perdagangan syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan belum mengantongi izin regulator yang berkompeten. Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional MUI Adiwarman Karim menjelaskan, sejumlah perusahaan yang menawarkan investasi emas, termasuk GTIS dan Raihan Jewellery, memang presentasi di Badan Syariah Nasional (BSN) MUI. Mereka berniat menjalankan bisnis jual beli emas dan investasi berskema syariah. Itu sebabnya, mereka meminta sertifikasi syariah dari MUI.
Menurut Adiwarman, MUI meminta mereka melengkapi izin perdagangan dari Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Para pengelola investasi itu menyanggupi dan berjanji melengkapi berbagai izin tersebut.
Nyatanya mereka tak pernah mengurus izin tersebut kendati sudah menjerat ribuan nasabah yang kini menjadi korban. Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Bappebti tegas-tegas menolak pernah menerbitkan izin bagi Raihan Jewellery dan GTIS.
Menurut informasi Kepala Humas Kemdag Arlinda Imbang Jaya, perusahaan investasi emas hanya berbekal surat izin usaha perdagangan (SIUP) yang diterbitkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah. Yang berbauh syariah seperti GTIS juga hanya berbekal surat dan rekomendasi MUI di perdagangan emas berbasis syariah.
Toh Kepala Bappebti, Syahrul Sampurnajaya, menampik pihaknya berwenang dalam nemberi ijin bisnis bagi Raihan maupun GTIS. "Itu bukan merupakan ranah Bappebti," ujarnya.
Terlepas dari kesimpangsiuran izin, Adiwarman menilai bahwa praktik penyedia investasi emas berbasis syariah itu melanggar beberapa hal. Pertama, mereka tak memiliki izin dan baru ketahuan setelah memakan ribuan korban. Kedua, jika menjalankan perdagangan emas seperti toko emas, mereka harus memiliki ahli emas. Nyatanya, mereka tak memilikinya. Ketiga, mereka menjual emas dengan skema nasabah tak memegang emas fisik. Ini berisiko bagi nasabah.
"Ini pelajaran bagi BSN MUI untuk tidak begitu saja percaya dengan perusahaan sejenis ini lagi jika belum lengkap izinnya," kata Adiwarman.
Trik Merayu Calon Nasabah
Berbagai cara dilakukan GTIS dalam merayu calon nasabah. Salah satunya dengan menebar gadis-gadis molek yang bertugas menjelaskan berbagai keuntungan investasi di GTIS.
Siti Nurhaliza diundang di Acara Ultah GTIS Jakarta (30/06/12) |
Selain cewek cantik dan seksi, GTIS juga menawarkan tokoh-tokoh ulama negeri ini. Ia menggandeng beberapa nama kiai di jajaran perusahaan. "Ada Kiai Ma'ruf Amin dan Marzuki Alie sebagai Dewan Penasehat," kata salah satu nasabah GTIS yang duitnya lenyap jutaan rupiah. "Itu yang membuat kami yakin dan tertarik dengan investasi ini," tambah sumber tersebut.
Mayoritas saham GTIS disebut-sebut milik perorangan. Tetapi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikatakan memiliki saham sebesar 10 persen, Marzuki Alie 10 persen, sementara sisanya dikuasai dua warga Malaysia, salah satunya Taufiq Michael Ong.
Ma'ruf Amin merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sedangkan Marzuki Alie merupakan politisi Partai Demokrat dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Nama Marzuki dikait-kaitkan dengan GTIS karena ada foto dirinya sedang bersama dengan Michael Ong dan Kiai Haji Aziddin dari Dewan Syariah MUI. Mereka berfoto di ruang kerja Marzuki di gedung Nusantara III DPR RI.
Sayangnya, Ma'ruf tidak bisa dihubungi untuk klarifikasi. Sedangkan Marzuki mengatakan bahwa dirinya hanya mengislamkan Michael Ong, bos GTIS. Ia membantah punya saham di perusahaan tersebut. “Kalau ada saham saya di situ, tunjukkan. Saya akan ganti sejuta kali,” kata Marzuki di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (1/3/2013).
Marzuki mengatakan, ia memang pernah menerima Michael Ong dan KH Aziddin di ruang kerjanya, namun tidak untuk berbisnis. Saat itu Michael Ong memperkenalkan diri pada Marzuki dan mengatakan GTIS akan berbisnis syariah di Indonesia, sekaligus membantu MUI berdakwah di Indonesia. “Saat itu kami berfoto bersama,” kata Marzuki.
Di kemudian hari, Michael Ong datang untuk kedua kalinya menemui Marzuki di DPR dan mengatakan ingin masuk Islam. “Lantas saya syahadatkan di masjid DPR. Hanya itu. Selebihnya soal dia saya tidak tahu sama sekali,” ujar Marzuki.
Marzuki juga mengatakan, ia mendengar MUI telah mengadakan rapat dengan pemegang saham lainnya untuk memecat Michael Ong. “Itu kan dirutnya yang lari, bukan perusahaannya. Yang punya (GTIS) itu Datuk Ansari, sudah membuat pemecatan (terhadap Michael Ong),” kata dia.
Marzuki membantah menjabat sebagai dewan penasihat GTIS. “Yang namanya PT itu tidak ada dewan penasihatnya. Dalam PT itu yang ada pemegang saham, komisaris, dan direksi,” ujar politisi Demokrat itu.
Maraknya Investasi Bodong
Ternyata penipuan investasi tak hanya dialami para nasabah PT GTIS. Nasabah PT Raihan Jewellery, perusahaan serupa yang berlokasi di Surabaya, juga mengalami hal serupa. Mereka menyatakan tidak mendapat pembagian keuntungan 2,5 persen dari dana yang mereka tanam di sana. Kini, Polda Jawa Timur sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
Kasus investasi emas bodong ini membuat pihak pemerintah berang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa pun angkat bicara. Ia meminta agar aparat penegak hukum segera memproses kasus penipuan berkedok investasi emas tersebut. "Kalau semuanya bodong, disikat saja karena merugikan masyarakat," kata Hatta, Selasa (5/3/2013).
Hatta menganjurkan agar lembaga investasi di Indonesia dicermati karena menyangkut uang masyarakat. Selain pengawasan, penting juga pengaturan perizinan, akuntabilitas, dan kredibilitas perusahaan investasi. "Sehingga saat ada masalah, bisa cepat diatasi," ujarnya. Pun dia menganjurkan agar calon nasabah lebih waspada terhadap tawaran-tawaran investasi yang sangat menggiurkan.
Sedangkan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menilai, investasi emas adalah perkara perdata. Namun, jika sudah menyangkut investasi bodong, itu sudah termasuk kasus pidana. "Investasi bodong itu sama dengan pengumpulan uang. Itu mekanisme menghimpun dana masyarakat dan terkait dengan UU, misalnya perbankan, koperasi, dan pasar modal. Itu pidana kalau ada penyimpangan atau tindakan yang tidak sesuai," kata Bayu.
Bayu menambahkan, kementeriannya bisa saja mencabut izin perdagangan suatu perusahaan. Namun, karena berkaitan dengan pidana, pelakunya harus diproses oleh pihak yang berwajib lebih dulu.
Regulasi dan Sangsi
Maraknya investasi bodong yang terjadi saat ini dinilai mengancam rencana pemerintah untuk memperluas keterbukaan akses financial inclution atau keuangan inklusif bagi masyarakat hingga segala lapisan. Kepercayaan masyarakat terhadap akses keuangan dapat terkikis dengan kasus-kasus tersebut.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang mengkaji dampak apa saja yang bisa terjadi akibat hal tersebut. "Saya masih menunggu laporan dan kajian dari BKF (Badan Kebijakan Fiskal) terkait itu," kata Agus Marto di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/3/2013).
Dirinya juga meminta otoritas terkait untuk berperan aktif dalam menangani permasalahan tersebut, sehingga keuangan inklusif bagi masyarakat dapat dipercepat dan akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke depannya. "Mungkin yang relevan untuk memberikan respon itu adalah dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atau dari Kemendag," tuturnya.
Sementara itu, pihak OJK merasa gerah terhadap segala bentuk investasi bodong yang menimbulkan kerugian pada masyarakat. Untuk itu, OJK akan bekerja sama dengan lembaga pemerintah lain untuk mengedukasi masyarakat agar tak mudah tergiur tawaran investasi yang memberi iming-iming keuntungan besar dalam waktu singkat.
"Biasanya masyarakat tergiur oleh investasi yang cepat," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad. Selain itu, kata Muliaman, OJK akan bekerja sama dengan kepolisian untuk memperkuat penyidikan kasus-kasus di industri keuangan. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) sebagai peresmian kerja sama dengan kepolisian ini akan dilaksanakan pekan depan.
"Dengan demikian, kepolisian dan OJK dapat menangani isu-isu yang terkait kegiatan ilegal lembaga keuangan," ujar Muliaman.
Apapun regulasi dan sangsi terkait produk investasi, toh ujung-ujungnya masyarakat lah yang harus berhati-hati. Karena itu, upaya penindakan dan kesadaran masyarakat terhadap ragam investasi tetap perlu ditingkatkan. Dengan mengetahui bagaimana berinvestasi yang baik, masyarakat akan lebih waspada terhadap penipuan dan terhindar dari kerugian. Ini cara yang paling efektif untuk mengurangi kasus-kasus investasi bodong.
Kuncinya, masyarakat sebaiknya tidak mudah tergiur dengan investasi dengan imbal hasil yang tinggi serta mencermati segala aspek legalitas lembaga investasi tersebut.
Sumber: gatra.com