Namanya juga Twitter, maka kebanyakan orang sering sekali mengetwit tentang berbagai hal yang dialami setiap saat. Lewat hasil cuap-cuapan para Tweeps ini, ternyata bisa diketahui risikonya tertular penyakit. Bahkan risiko tersebut dapat diketahui 8 hari sebelum gejala penyakit muncul.
Idenya sederhana, yaitu ketika seorang pengguna Twitter masuk ke tempat umum seperti kereta bawah tanah, toko, kantor atau di mana saja yang akan berhubungan dengan banyak orang, ada beberapa orang lain di tempat tersebut yang sakit. Beberapa hari kemudian, maka pengguna Twitter yang sebelumnya sehat akan tertular.
Para peneliti dari University of Rochester bernama Adam Sadilek, Henry Kautz dan Vincent Silenzio menegaskan bahwa konsep ini mirip dengan Google Flu Trends, yaitu menganalisis di manakah seseorang mungkin tertular flu dan menentukan di manakah kemungkinan wabah flu akan terjadi.
"Kontak manusia adalah faktor paling penting dalam penularan penyakit menular. Karena kontak tersebut sering terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui kenop pintu, maka kami berfokus pada gagasan yang lebih umum dari sekedar menentukan lokasi penyakit," kata Sadilek seperti dilansir Medical Daily, Jumat (27/7/2012).
Sadilek dan timnya menganalisis 4,4 juta Tweets yang ditandai oleh GPS terhadap lebih dari 600.000 orang pengguna Twitter di New York City selama 1 bulan pada tahun 2010. Peneliti memprogram mesin algoritmanya untuk mengabaikan tweet orang yang sehat, misalnya tweet berbunyi 'Saya sangat muak akan lagu ini!'. Mesin algoritma hanya berfokus pada orang sakit atau gejala sakit yang sebenarnya.
"Kinerja mesin algoritma secara signifikan ditingkatkan dengan memasukkan fitur-fitur yang tidak hanya didasarkan pada status kesehatan teman-teman, tetapi juga didasarkan pada pertemuan yang dilakukan dengan orang sakit dan gejala individu. Dengan demikian, mesin akan mampu menangkap lokasi penyebaran penyakit menular, dampaknya terhadap penularan penyakit, serta jarak antara tertularnya penyakit hingga munculnya gejala," kata Sadilek.
Dengan kata lain, algoritma yang dikembangkan Sadilek tidak hanya melihat kondisi kesehatan dari teman si pengguna yang kemungkinan besar sudah diketahui pengguna, tapi juga kondisi orang-orang asing yang mungkin sudah tertular penyakit. Sadilek mengklaim, algoritmanya ini memiliki tingkat keakuratan sebesar 90 persen dengan waktu sekitar 8 hari sebelum tertular penyakit.
Namun sistem ini masih memiliki keterbatasan. Tidak semua orang merasa perlu untuk mengetwit bahwa dirinya sedang sakit sehingga data penyakit yang dimiliki tidak sepenuhnya lengkap. Selain itu, ada banyak faktor yang membuat seseorang bisa terserang penyakit dan informasi yang detail tidak diceritakan dalam isi tweet, misalnya tidak semua pengguna menandai lokasinya ketika mengunggah tweet dengan GPS.
Penelitian ini telah dipresentasikan dalam pertemuan Association for the Advancement of Artificial Intelligence. Bagi yang penasaran, proyek Sadilek dalam memantau kondisi kesehatan secara real-time di beberapa kota besar seperti New York, Boston, London dan Washington DC dapat diakses melalui situs Corpora.io.
Sumber : detik.com