Cina sudah terkenal sebagai negara yang penuh iPhone palsu, DVD bajakan dan tas Louis Vuitton tiruan. Tapi semua itu tak ada apa-apanya dibandingkan yang dilakukan Lin Chunping, seorang pengusaha beras.
Dia “menciptakan” sebuah bank di AS dan mengklaim telah membeli bank itu.
Terang saja nama Lin Chunping, yang sebelumnya bukan siapa-siapa, langsung melejit pada bulan Januari, ketika dia diberitakan telah mengambil alih Atlantic Bank di Delaware. Akuisisi yang baru pertama kali terjadi ini langsung mendatangkan pujian bagi Lin.
Dia diberi jabatan politik bergengsi di kampung halamannya. Media ramai menyebut peristiwa bisnis ini “legendaris”. Padahal satu-satunya yang legendaris adalah kelihaian Chunping. Dia tidak membeli Atlantic Bank senilai $ 60 juta (Rp 560 miliar). Bahkan, tidak ada yang namanya Atlantic Bank di negara bagian Delaware!
“Prestasi” Lin menunjukkan betapa pemalsuan telah berevolusi di Cina — dari yang awalnya hanya barang palsu/tiruan, kini beranjak ke pemalsuan lembaga dan karier.
Tahun lalu saja, ditemukan lima toko Apple palsu di kota Kunming. Toko ini dibuat mirip toko Apple di seluruh dunia — lengkap dengan tangga putar dan pegawai berkaus biru. Lalu pada awal Juni, terungkap pula sebuah universitas palsu di provinsi Shandong.
Para mahasiswa yang tidak lulus SNMPTN mendapatkan surat penerimaan dari Shandong Institute of Light Industry. Universitasnya sih sungguhan, tetapi surat penerimaannya palsu. Mereka membayar hampir 30 ribu yuan (Rp 45 juta) selama masa kuliah 4 tahun.
Beberapa minggu menjelang kelulusan, para mahasiswa baru mengetahui bahwa mereka tidak akan mendapatkan ijazah karena mereka tidak resmi terdaftar di Shandong Institute — melainkan di sebuah program pelatihan yang menyewa ruangan dari institut itu. Pengelola program telah melarikan diri, seperti dilaporkan Jinan Times.
Di antara mahasiswa, praktik “mendandani” CV adalah hal yang jamak.
Zinch China, cabang Zinch.com, memperkirakan 90 persen surat rekomendasi ke universitas di AS adalah palsu. Kemudian, 70 persen esai juga ditengarai ditulis oleh orang lain. Setengah transkrip nilai juga dipermak. Temuan ini didapatkan Zinch dari wawancara terhadap mahasiswa Cina, orangtua, dan agen pendidikan.
Apa penyebab evolusi pemalsuan ini? Menurut para ahli, jawabannya berkisar dari ketatnya persaingan di tengah masyarakat hingga pepatah orang tua yang membolehkan berbohong demi mendapatkan hasil yang besar.
“Jargon yang tersisa dari berabad-abad revolusi politik sangat tidak terhubung dengan kenyataan bahwa masyarakat kini dipenuhi pembicaraan yang kosong dan tiada makna,” kata He Huaihong, dosen etika Peking University.
Kembali ke Lin. Dia mengatakan kepada reporter, negosiasi pembelian Atlantic Bank memakan waktu dua tahun. Bank itu sendiri sudah menyatakan bangkrut pada 2008 karena krisis keuangan. Untuk menambah bumbu cerita, bank itu telah beroperasi 85 tahun dan sebelumnya dijalankan oleh orang Yahudi — yang di mata orang Cina memiliki keahlian bisnis mumpuni.
Cerita Lin amat menawan hati sebab akuisisi luar negeri jadi sebuah kebanggaan di Cina (jadi bukti kebangkitan kekuatan ekonomi). Jadi pengambilalihan bank ini sebagai simbol kemenangan Cina dan kejatuhan Amerika.
“Orang terkejut, seorang pengusaha tidak jelas bisa membeli bank asing, dan milik Amerika pula. Dia bahkan bukan seorang bankir,” kata Zhu Xiaochuan, periset hukum keuangan Cina di CEIBS Lujiazui Institute of International Finance di Shanghai.
"Berita ini pastilah terpercaya karena disiarkan di media terkemuka. Orang terpana melihat kekayaan pengusaha Wenzhou."
Lin, yang digambarkan koran People's Daily sebagai pintar dan pekerja keras, dikisahkan memulai bisnisnya dengan berjualan kancing ketika remaja. Kemudian dia membeli tambang emas dan tembaga di Ghana dan menanam modal di bisnis beras di Cina.
Lin mengganti nama Atlantic Bank menjadi New HSBC Federation Consortium Inc. — yang dipinjam dari raksasa bank HCBC yang bermarkas di London.
Beberapa wartawan Cina yang akrab dengan peraturan perbankan AS memeriksa keabsahan klaim Lin. Mereka tidak menemukan adanya Atlantic Bank di Delaware, dan New HSBC tidak punya izin beroperasi di Delaware.
Ketika kebohongannya terkuak pada bulan Maret, Lin mengatakan dia “melebih-lebihkan” cerita untuk menaikkan status sosialnya serta mendapatkan kesempatan bisnis di masa depan.
Lin ditangkap polisi atas tuduhan memalsukan faktur senilai ratusan miliar rupiah melalui beberapa perusahaannya dalam upaya menghindari pajak. Jabatan politiknya pun terpaksa melayang.
Para mahasiswa yang tidak lulus SNMPTN mendapatkan surat penerimaan dari Shandong Institute of Light Industry. Universitasnya sih sungguhan, tetapi surat penerimaannya palsu. Mereka membayar hampir 30 ribu yuan (Rp 45 juta) selama masa kuliah 4 tahun.
Beberapa minggu menjelang kelulusan, para mahasiswa baru mengetahui bahwa mereka tidak akan mendapatkan ijazah karena mereka tidak resmi terdaftar di Shandong Institute — melainkan di sebuah program pelatihan yang menyewa ruangan dari institut itu. Pengelola program telah melarikan diri, seperti dilaporkan Jinan Times.
Di antara mahasiswa, praktik “mendandani” CV adalah hal yang jamak.
Zinch China, cabang Zinch.com, memperkirakan 90 persen surat rekomendasi ke universitas di AS adalah palsu. Kemudian, 70 persen esai juga ditengarai ditulis oleh orang lain. Setengah transkrip nilai juga dipermak. Temuan ini didapatkan Zinch dari wawancara terhadap mahasiswa Cina, orangtua, dan agen pendidikan.
Apa penyebab evolusi pemalsuan ini? Menurut para ahli, jawabannya berkisar dari ketatnya persaingan di tengah masyarakat hingga pepatah orang tua yang membolehkan berbohong demi mendapatkan hasil yang besar.
“Jargon yang tersisa dari berabad-abad revolusi politik sangat tidak terhubung dengan kenyataan bahwa masyarakat kini dipenuhi pembicaraan yang kosong dan tiada makna,” kata He Huaihong, dosen etika Peking University.
Kembali ke Lin. Dia mengatakan kepada reporter, negosiasi pembelian Atlantic Bank memakan waktu dua tahun. Bank itu sendiri sudah menyatakan bangkrut pada 2008 karena krisis keuangan. Untuk menambah bumbu cerita, bank itu telah beroperasi 85 tahun dan sebelumnya dijalankan oleh orang Yahudi — yang di mata orang Cina memiliki keahlian bisnis mumpuni.
Cerita Lin amat menawan hati sebab akuisisi luar negeri jadi sebuah kebanggaan di Cina (jadi bukti kebangkitan kekuatan ekonomi). Jadi pengambilalihan bank ini sebagai simbol kemenangan Cina dan kejatuhan Amerika.
“Orang terkejut, seorang pengusaha tidak jelas bisa membeli bank asing, dan milik Amerika pula. Dia bahkan bukan seorang bankir,” kata Zhu Xiaochuan, periset hukum keuangan Cina di CEIBS Lujiazui Institute of International Finance di Shanghai.
"Berita ini pastilah terpercaya karena disiarkan di media terkemuka. Orang terpana melihat kekayaan pengusaha Wenzhou."
Lin, yang digambarkan koran People's Daily sebagai pintar dan pekerja keras, dikisahkan memulai bisnisnya dengan berjualan kancing ketika remaja. Kemudian dia membeli tambang emas dan tembaga di Ghana dan menanam modal di bisnis beras di Cina.
Lin mengganti nama Atlantic Bank menjadi New HSBC Federation Consortium Inc. — yang dipinjam dari raksasa bank HCBC yang bermarkas di London.
Beberapa wartawan Cina yang akrab dengan peraturan perbankan AS memeriksa keabsahan klaim Lin. Mereka tidak menemukan adanya Atlantic Bank di Delaware, dan New HSBC tidak punya izin beroperasi di Delaware.
Ketika kebohongannya terkuak pada bulan Maret, Lin mengatakan dia “melebih-lebihkan” cerita untuk menaikkan status sosialnya serta mendapatkan kesempatan bisnis di masa depan.
Lin ditangkap polisi atas tuduhan memalsukan faktur senilai ratusan miliar rupiah melalui beberapa perusahaannya dalam upaya menghindari pajak. Jabatan politiknya pun terpaksa melayang.
Sumber: yahoo.com