Sudah menjadi tradisi setiap tahun, setiap Idul Fitri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuka pintu Istana Negara untuk menerima para tamu yang ingin bersilaturahmi dengan sang presiden. Tidak hanya kolega sesama politisi atau anggota kabinet, tapi juga terbuka untuk rakyat Indonesia.
Sesi pertama atau pagi hari, SBY menerima tamu dari kalangan pejabat pemerintahan dan tamu dari negara sahabat. Menjelang sore, waktunya bagi SBY menerima rakyat yang ingin sekadar bersalaman langsung dengan sang presiden.
Kemarin, Kamis (8/8), ribuan warga berbondong-bondong memasuki area Istana Negara dengan mengajak keluarganya. Tidak sedikit pula yang mengajak anak mereka dengan harapan bisa bertatap langsung dengan orang nomor satu di negeri ini. Terlihat pula penyandang disabilitas yang juga antusias menghadiri kegiatan open house yang digelar SBY.
Untuk bersalaman dengan presiden tidak semudah membalik telapak tangan. Rakyat ingin bertemu dengan pemimpinnya diwajibkan melalui tiga pintu keamanan. Selain itu, juga dilarang membawa kamera, telepon genggam atau barang-barang pribadinya.
Usai diperiksa Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan dinyatakan steril, baru rakyat dibolehkan masuk ke dalam ruang tunggu yang disediakan. Tapi tidak berhenti di situ, ribuan rakyat juga harus mengantre untuk bisa bersalaman dengan SBY. Untuk bisa bertemu SBY, warga disabilitas pun harus mengikuti sejumlah aturan main yang diberlakukan.
Namun, sebagian besar warga disabilitas yang sangat antusias ingin bersalaman dengan presiden, harus menerima kekecewaan. Mengapa demikian? Berikut rangkuman merdeka.com mengenai kisah nestapa rakyat saat ingin bersalaman dengan Presiden SBY di acara open house di Istana Negara, Kamis (9/8).
1. Hanya 10 warga disabilitas yang diterima SBY
Setidaknya, ada 945 warga disabilitas yang telah terdaftar untuk bertemu dengan SBY dalam open house perayaan Idul Fitri. Namun ternyata tidak semua mendapat kesempatan bertemu dengan sang presiden.
Hanya 10 orang dari ratusan penyandang disabilitas yang akhirnya dapat masuk ke dalam kompleks Istana, sementara lainnya hanya dapat menunggu di tempat yang disediakan.
Rasa kecewa pun dirasakan salah satu peserta, sebut saja Arif. Keinginannya untuk bertemu dengan SBY terpaksa disimpan kembali, padahal dia sudah dua kali datang ke Istana demi menjabat tangan presiden.
"Ini yang kedua saya ke Istana, pertama enggak ketemu. Tujuan saya pengen salaman, kan Lebaran tujuannya silaturahmi," katanya di Gedung Sekretaris Kabinet, Kompleks Setneg, Jakarta, kamis (8/8).
2. Menunggu berjam-jam di Monas
Kekecewaan dirasakan Arif (bukan nama sebenarnya) yang sangat berharap bertemu SBY. Dia sudah menunggu sejak pukul 12.00 WIB di Monas.
Namun, mendekati pukul 16.00 WIB, mereka dibawa dengan menggunakan bus sebelum akhirnya diturunkan di Kompleks Setneg.
Tapi, tanpa pemberitahuan, mereka kembali dibawa menuju bus untuk diantarkan kembali ke kawasan Monas. Mereka gagal bersilaturahmi dengan SBY. Para penderita disabilitas ini sempat diberikan bantuan berupa uang tunai yang dimasukkan ke dalam amplop.
3. Disepelekan saat kehilangan anak
Kejadian miris nampak ketika salah seorang bapak melaporkan kehilangan anaknya saat berada di Kompleks Setneg. Namun, laporan tersebut bukan berbuah bantuan, tapi dia hanya menerima jawaban yang cukup ketus dari panitia.
"Udah di Monas kali, bapak cari aja ke sono," ujar pria berbaju IRC Kementerian Sosial warna hitam itu dengan ketus.
4. Sulitnya mendapat air minum
Kejadian mengenaskan lainnya ketika seorang lainnya meminta minum. Karena keterbatasannya dia hanya berharap ada yang membantunya.
Di saat bersamaan, sejumlah petugas yang terdiri dari petugas Kepolisian, Kementerian Sosial dan Dinas Sosial DKI Jakarta hanya berdiam saja.
Melihat kondisi itu, awak media berinisiatif memenuhi permintaannya. Dengan wajah sumringah, ia mengucapkan terima kasih. "Ya makasih Pak," ucapnya singkat.
Sumber: merdeka.com