Ali Sadikin (1927-2008), bisa dikatakan satu-satunya gubernur Jakarta yang membawa banyak perubahan. Sampai sekarang, belum ada yang bisa menandingi kehebatan Bang Ali. Di bawah pemerintahannya, Jakarta mampu dirombak menjadi sebuah kota metropolitan modern.
Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, dan pusat pelestarian budawa Betawi di Condet Jakarta Timur adalah bentuk pengabdian Bang Ali selama menjabat sebagai gubernur.
Berikut lima gebrakan lain yang dilakukan Bang Ali untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota modern.
1. Belajar tata kota dari Las Vegas
Awalnya, studi banding ke Las Vegas bukan sesuatu yang direncanakan. Waktu itu Bang Ali terbang ke California untuk operasi, karena menderita tumor usus. Namun sesampainya di negeri paman Sam itu, dokter di rumah sakit tempat Bang Ali periksa mengatakan tidak perlu dioperasi, karena penyakit yang diderita bisa sembuh tanpa harus bedah.
Karena tidak jadi di operasi, Bang Ali dan rombongan lalu memutuskan untuk mengunjungi kota-kota di Amerika yang terkenal modern dan serba wah. Tiga kota, Los Angeles, San Diego dan Las Vegas kemudian dipilih sebagai tempat yang cocok untuk studi banding.
Ali pun kemudian mempelajari bahwa suatu kota dikatakan baik bila mampu mengembangkan dunia pariwisata dan rekreasi. Hasil pengamatannya terhadap tiga kota itulah yang kemudian dia coba terapkan di Ibukota Jakarta.
2. Tampar direktur proyek nakal, PLAK,PLAK,PLAK
Penamparan tersebut terjadi ketika Bang Ali meninjau suatu proyek massal. Bang Ali terkejut bukan main ternyata pembangunan proyek itu macet, lantaran kontraktor terlambat memasok semen. Bang Ali pun segera mengecek permasalahannya. Seperti ditulis dalam memoar Bang Ali karya Ramadhan KH.
Ternyata direktur perusahaan itu melanggar kontrak. Harusnya dia mengirim semen langsung dari pabriknya, bukan dari grosir atau tangan ketiga. Tentu saja hal ini memperlambat pekerjaan. Maka Bang Ali minta agar direktur perusahaan pemasok semen itu dipanggil. Pada panggilan pertama dan kedua, direktur itu mangkir. Baru pada panggilan ketiga sang direktur hadir. Orangnya ternyata masih muda.
Bang Ali bertanya kenapa sampai terlambat. Apakah dia tidak sadar bahwa proyek ini untuk kepentingan warga ibukota? Ternyata jawabannya berbelit-belit dan tidak jelas. Bang Ali pun naik pitam. Plak! Dia menampar direktur itu. Tidak cukup sekali, Bang Ali menamparnya tiga kali. Plak! Plak! Plak!
"Saya marah sekali, saya tempeleng dia tiga kali. Barulah dia berjanji akan segera memenuhi kontraknya. Benar juga, pada hari berikutnya kiriman semen sudah masuk ke proyek," kata Bang Ali.
3. "Lalu lintas di Jakarta brengsek"
Hari kedua menjabat, Bang Ali naik bus umum keliling kota. Dia terhenyak melihat buruknya pelayanan bus kota yang tidak manusiawi. Penumpang berjejalan dan mandi keringat. Sopir bus berhenti dan ngetem seenaknya. Bang Ali pun mengusahakan agar Jakarta punya bus kota yang layak.
"Lalu lintas di Jakarta brengsek. Sayalah yang paling tidak puas terhadap keadaan itu," ujar Bang Ali dalam memoar Ali Sadikin karangan Ramadhan KH.
Tidak berapa lama, Bang Ali kemudian mendatangi Bappenas, minta dibantu soal bus kota. Akhirnya Bang Ali mendapat bantuan dari Amerika Serikat. Tahun 1967, jumlah bus di Jakarta mencapai 500 buah.
Bang Ali juga yang membangun terminal bus di Lapangan Banteng, Blok M, Cililitan, Pulo Gadung dan Grogol. Bang Ali pula yang membangun shelter untuk menunggu bus kota.
4. Budaya malam muda-mudi
Saat menjabat orang nomor satu di DKI, Bang Ali membuat wacana yang tak logis tetapi disenangi kawula muda, yaitu kegiatan malam muda-mudi.
Apa itu malam muda mudi? Wacana itu awalnya bentuk keprihatinan Bang Ali melihat banyak pemuda Jakarta yang dirundung permasalahan, baik urusan negara hingga permasalahan ekonomi. Mereka ikut memikirkan peliknya permasalahan negara, seperti kasus korupsi hingga susahnya mencari pekerjaan di ibu kota.
Berangkat dari rasa iba itulah, Bang Ali akhirnya berinisiatif untuk merangkul pemuda Jakarta dan sejenak melupakan segala bentuk masalahnya, atau kerennya disebut 'sehari tanpa masalah'. Hingga lahirlah yang namanya kegiatan malam muda-mudi.
Di awal tahun 1970-an, Bang Ali sengaja memasukkan agenda malam muda mudi itu dalam rangkaian event Pekan Raya Jakarta. Acara ini diselenggarakan di sepanjang Jalan MH Thamrin.
5. Gubernur maksiat
Saat Bang Ali memimpin Jakarta, 60 Persen atau sekitar 3 juta warga kota tinggal di daerah pemukiman kumuh. Dari angka itu, lebih dari 60 persen anak-anak tidak bersekolah. Kondisi itu diperparah dengan masalah keamanan yang mendesak segera dibenahi, dan Para PNS yang digaji tidak memadai. Sedangkan kas pemerintah daerah hanya Rp 18.
Maka Bang Ali membuat gebrakan. Dia mengadakan lotto/hwa-hwe (semacam judi) yang dilegalkan. Selain itu Bang Ali juga menaikkan pajak balik nama kendaraan bermotor, memungut pajak judi untuk kaum Tionghoa, dan juga melokalisasikan para PSK di Kramat Tunggak.
Akibat gebrakan tersebut Bang Ali mendapat sorotan publik. Dia dijuluki 'Gubernur Maksiat' dan istrinya dijuluki 'Madame Hwa-Hwe. Namun Bang Ali menanggapi julukan itu dengan perasaan cuek, karena semua itu juga untuk kebaikan warga.
Sumber: infolite-infolite.blogspot.com