Konser MBLAQ di MEIS, Jakarta, beberapa waktu yang lalu sepi penonton. Hingga beberapa menit sebelum konser dimulai, masih banyak bangku kosong. Promotor pun sigap menarik penonton dari berbagai sudut gedung untuk maju ke bibir panggung dan bagian VIP agar kesannya penuh.
Itulah kenyataannya. Beberapa konser K-pop yang akan digelar hingga akhir tahun ini, belum tentu semua akan laku seperti hal penjualan tiket Super Junior atau Big Bang yang tandas jauh hari sebelum konser.
Mengapa bisa demikian? Padahal, dulu tidak ada yang menyangka K-pop bisa melejit. Tahun 2012 saja, konser K-pop berlangsung hampir tiap bulan di Jakarta. Mulai dari Beast, Xiah Junsu (JYJ), Jay Park, Super Junior, pendatang baru BTOB sampai Minchul T-Max dan N-Sonic (dalam rangka ulang tahun salah satu TV swasta), dan MBLAQ.
Daftar konser artis masih panjang! Yang akan datang, Big Bang, Miss A, 2NE1, Wonder Girls, sampai yang bisa dibilang menjadi konser akbar para penikmat K-pop, SM Town yang diadakan di — tidak tanggung-tanggung — Gelora Bung Karno bulan depan. Kabarnya, 2PM bersama dengan JYP Nation datang lagi di ujung tahun.
Ini belum termasuk dengan penyanyi K-pop yang mulai mencoba keberuntungan dan “bekerja” di produksi Indonesia seperti Tim Hwang dan Eru. Mereka cukup mengundang minat, meski tampil dalam konser kecil-kecilan.
Saya kira justru penyebab sepinya konser MBLAQ (dan beberapa artis K-pop lain) adalah justru karena mereka terlalu terkenal dan mudah dijangkau. Album K-pop pun kini mulai mudah didapat karena tiga perusahaan rekaman internasional di Indonesia mulai rutin merilis album K-pop. Bahkan beberapa judul album laris bak kacang goreng.
Batas antara penggemar dan artis K-pop kini semakin pendek dengan partisipasi sang artis lewat jejaring sosial seperti Twitter dan Instagram. Sedangkan pihak manajemen memperbesar akses promosi melalui Youtube atau aplikasi gratis untuk perangkat telepon cerdas yang memang pegangan para penikmat K-pop.
Dandanan para idola pun mulai bisa ditiru. Fashion, terutama kosmetik dan aksesori, sudah bisa dibeli di mal atau lewat toko-toko online.
Intinya, K-pop kini menjadi produk massal. Produk pasaran. Produk yang mudah ditemukan. Entah itu di musik, film dan sektor gaya hidup lainnya.
Siklus sebuah tren pada umumnya menunjukkan, sesuatu yang trendi akan akan berubah menjadi biasa saja ketika sudah menjelma jadi produk masal. Ini disebabkan karena hilangnya nilai eksklusivitas dan menurunnya kadar tantangan saat mendapatkan barang atau tren tersebut. Efeknya, sorak- sorai fanatisme menurun karena orang bosan.
Apalagi jika produk trendi ini mulai banyak tiruannya. Di Indonesia, indikasi ini sudah terjadi. Seperti orang latah, mendadak bermunculan boyband-girlband yang (maaf) sekadar menjiplak konsep K-pop mulai dari pencitraan lewat fashion dan musik mereka.
Bagaimana dengan produk K-pop sendiri? Apakah para artis bersama dengan manajemen artis dan pencipta citra di belakang mereka bisa mempertahankan kualitas?
Ini jadi pertanyaan besar. Setahun dua tahun yang lalu, lagu hit dalam genre K-pop ini gampang diingat. Begitu juga para artis, bisa dihitung dengan jari. Nama anggotanya pun bisa cepat dihafal dan dikenali.
Tapi sekarang? Mulai dari manajemen artis raksasa seperti SM, JYP dan YG sampai manajemen baru pun mencoba keberuntungan. Lahirlah B.A.P, M.I.B, A-JAX, NU’EST, Cross Gene, 7.9.4.2, BTOB, VIXX, dan daftar produk K-pop menjadi sangat panjang!
Repotnya, konsep musik mereka pun setipe. Ketika Wooyoung, anggota 2PM mengeluarkan karya solonya, ternyata konsep musiknya beda tipis dengan musik dance pop 2PM. Entah JYP yang sudah mulai kehabisan ide atau kepopuleran 2PM sedang diperas maksimal. Ketika SM mengeluarkan EXO, sulit untuk tidak memikirkan kalau mereka hanyalah produk daur ulang yang menggabungkan konsep DBSK dan Super Junior.
SM butuh regerenasi karena DBSK/TVXQ kini hanya populer di Jepang, sementara sebentar lagi banyak anggota Suju masuk wajib militer.
Begitu juga dengan konsep pencitraan. Ketika Beast mengeluarkan video klip terbaru, "Midnight Sun", yang mengambil syuting di New York dengan baju dan rambut disemir warna-warna pastel neon, konsep pencitraan yang setali tiga uang dengan mini album Big Bang “Alive”.
Dengan bombardir K-pop dari segala penjuru (musik, film, iklan, gadget), penikmat K-pop pada akhirnya teredukasi untuk lebih pintar memilah-milah K-pop seperti apa yang disuka.
Apakah K-pop mulai menunjukkan indikasi akan meredup? Apakah K-pop akan menjadi produk masal yang membosankan? Jika iya, kira-kira akan bertahan berapa lama lagi? Setahun? Dua tahun?
Semoga berakhir tidak seperti fenomena F4, yang kini entah apa kabarnya Jerry Yan, Vic Zhou dan, oh, siapa lagi ya. Nama-nama anggotanya pun mulai terlupakan satu per satu…
Ssumber : yahoo.com