Tiga tahun lalu PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) terus berusaha meningkatkan kualitas layanan telepon rumahnya yang saat ini berjumlah kurang lebih 8,7 juta Satuan Sambungan Telepon (SST).
Setelah revitalisasi melalui peluncuran broadband Speedy yang kini sudah membukukan lebih dari satu juta pelanggan serta program poin rewards bertajuk Telepon Rumah Rezeki Tumpah (TRRT), Telkom kembali meluncurkan program pricing baru yang memberi manfaat bagi pelanggan melakukan percakapan telepon rumah lebih sering dan lebih lama, dengan biaya yang jauh lebih efisien.
Setelah revitalisasi melalui peluncuran broadband Speedy yang kini sudah membukukan lebih dari satu juta pelanggan serta program poin rewards bertajuk Telepon Rumah Rezeki Tumpah (TRRT), Telkom kembali meluncurkan program pricing baru yang memberi manfaat bagi pelanggan melakukan percakapan telepon rumah lebih sering dan lebih lama, dengan biaya yang jauh lebih efisien.
Seperti yang pernah dikatakan Vice President Public and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia, berdasarkan pemantauan kami, banyak pelanggan yang tidak memanfaatkan telepon rumahnya, karena mereka khawatir tagihan teleponnya melonjak. Alasan Telkom mengeluarkan program yang disebut “Paket Tagihan Tetap” Telepon Rumah tersebut.
Melalui program ini, Telkom menawarkan paket menarik kepada setiap pelanggan, disesuaikan dengan pola kebutuhan panggilan teleponnya setiap bulan. Pelanggan dapat mengendalikan biaya teleponnya setiap bulan lebih pasti dan mendapatkan manfaat menarik, serta bebas dari beban biaya abonemen.
Telkom telah mempelajari pola kebutuhan jasa telekomunikasi setiap pelanggan dan menawarkan “paket yang sesuai” untuk setiap pelanggan. Tentu saja paket ini sangat menarik bagi pelanggan karena tidak lagi dipusingkan dengan fluktuasi tagihan dan ketidakpastian, serta tidak kaget dengan tagihan yang membengkak pada akhir bulan.
“Untuk saat ini, penawaran berlaku pada panggilan sesama pengguna jasa telekomunikasi Telkom lokal maupun SLJJ. Namun, kami mempertimbangkan juga untuk panggilan antar operator dan jasa lainnya untuk tahap berikutnya,” katanya.
Apa yang dilakukan Telkom bagian dari upaya menarik perhatian pelanggan agar tetap menggunakan telepon di rumah akan tetapi tak zamannya lagi berkomunikasi menggunakan pesawat telefon di rumah. Sejak boomingnya hand phone (HP) dan operator telekomunikasi, keberadaan telefon di rumah terasa tak berfungsi alias pasif. Boleh dibilang telefon tidur.
Jadi masyarakat kini jika hendak berkomunikasi lebih sering menggunakan HP, kalaupun menggunakan pesawat telefon rumah, hanya untuk keperluan yang urgen sekali dan itupun bisa di hitung penggunaanya.Diduga akibat semakin membeludaknya pemakaian handphone (HP), sebanyak 80% telefon rumah (PTTelkom) di DKI Jakarta, kini menjadi telefon tidur alias pasif
Selain itu, sejumlah pelanggan mengeluh dan mempertanyakan adanya tindakan sepihak dari PT Telkom untuk mengikuti program yang ia tawarkan, tanpa memberitahukan dulu atau meminta persetujuan dulu pihak konsumen sehingga menyebabkan tagihan bulanan konsumen menjadi besar.
Tindakan sepihak dari PT Telkom tersebut, diduga akibat semakin ketatnya persaingan di indutri telekomunikasi yang tak hanya domain PT Telkom saja, tetapi adanya kemudahan jaringan handphone (HP), sehingga banyak pelanggan yang menggunakan telepon rumah itu hanya untuk menerima, sehingga cukup membayar biaya abodemen saja rata-rata sebesar Rp 28.700,00/bulan.
Keluhan pelanggan
Dari beberapa pantauan pelanggan di Plasa Telkom di Jalan DI Panjaitan, Prumpung, Jakarta Timur, banyak yang mengeluhkan tagihan telepon rumah mereka menjadi besar, padahal mereka merasa tidak menggunakan banyak menggunakan telepon. Namun setelah mereka melapor ke kantor Telkom, mereka mendapat pemberitahuan bahwa mereka telah dikenakan paket bebas abandomen. Artinya, para pelanggan tersebut dikenakan sistem paket tagihan tetap minimal pembayaran Rp65 ribu (pembebasan abandomen) dengan sistem pembayaran pulsa).
Anehnya, program tersebut masih kurang dimengerti para pelanggan, sehingga saat petugas marketing telkom menawarkan program tersebut mereka hanya mengatakan iya-iya saja. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa pihak telkom menawarkannya melalui telepon dan tidak menawarkannya di counter-counter tertentu agar bisa memberikan penjelasan yang rinci kepada para pelanggannya.
Alhasil, para pelanggan yang seharusnya hanya membayar biaya penggunaan telepon sebesar Rp50 ribu saja, dengan adanya program tersebut bisa melonjak menjadi Rp80-100 ribu. Sebut saja apa yang dialami Ibu Saripah, bukan nama sebenarnya beberapa bulan dia membayar tagihan teleponnya sebesar Rp85 ribu per bulan, padahal dia merasa tidak banyak memakai telepon. Kalau dengan tarif biasa, dia mengkalkulasi hanya membayar Rp45 saja per bulannya.
Untung seorang tetangganya memberitahukan kepadanya perihal adanya program tersebut, sehingga dia langsung pergi ke kantor telkom dan meminta agar pembayaran telepon rumahnya dikembalikan ke tarif biasa. Itu baru satu pelanggan, bayangkan kalau ada lebih dari sejuta pelanggan, berapa besar yang telah dirugikan telkom dengan sistem barunya itu.
Hal lain juga dialami oleh Waskito, seorang pelanggan Telkom warga Cipinang Besar, mengaku beberapa bulan terakhir ini tagihan telefon rumahnya membengkak, padahal tidak ada pemakaian lebih yang dilakukan setiap bulannya. Selain itu, ia juga mengaku tidak mengerti karena tidak ada pemberitahuan kalau seandainya ia diikutsertakan program PTT.
Hal sama dialami pelanggan lainnya yang juga mengeluhkan adanya tindakan sepihak dari PT Telkom yang memaksakan pelanggannya mengikuti program paket tagihan tetap (PTT) tanpa biaya abodemen. “Hanya persoalannya, dari pihak Telkom itu tidak pernah menghubunginya terlebih dahulu alias hanya ditulis punggung, karena tidak semua konsumen mengikuti program PTT akan merasa diuntungkan,” tutur Uswatun
Uswatun menyebutkan, sudah lama hampir tidak menggunakan telefon rumah karena menggunakan telepon seluler (HP) yang biayanya relatif lebih murah. “Tapi, tagihan Telkom kemarin, selain harus bayar abodemen, biaya pemakaian juga biaya reduksi. Biaya pemakaiannya hanya Rp 4.700,00 tapi kewajiban bayar sebesar Rp 82.500,00,” keluhnya.
Anehnya, meskipun sudah mendapat banyak keluhan mengenai hal tersebut, Telkom tidak menyikapinya dengan serius. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah Telkom memang sudah merugi sehingga melakukan cara-cara seperti itu?
Keluhan senada, pelanggan merasa dirugikan dengan tagihan yang lebih besar dari biasanya alias membengkak.Pelanggan Telkom itu kemudian mendapatkan informasi dari 147, layanan pelanggan Telkom, atau dari rincian tagihan bahwa mereka telah diikutkan program Tagihan Tetap.
"Setelah saya amati membengkaknya biaya tagihan ini disebabkan adanya Biaya Tagihan Tetap yang pada bulan-bulan sebelumnya tidak pernah ada," tulis Saptono, pelanggan Telkom dari Bekasi.
Menurutnya, ia telah menyatakan keberatan pada Telkom dan meminta agar biaya itu dicabut pada Juni 2011. Namun hingga tagihan Agustus 2011, Saptono mengatakan biaya Tagihan Tetap itu masih ada. Pembaca lain, Edy dari Jakarta Utara, mengatakan pihaknya sudah mengalami hal ini selama lebih dari satu tahun."Telepon rumah kami otomatis terganti menjadi Telkom berlangganan tetap (75rb/bln), penggantian ini dilakukan secara sepihak dari Telkom, tanpa adanya persetujuan dari pemilik telepon," tulis Edy.
Hal senada disampaikan Nining, pelanggan lain lagi yang bermukim di Bogor. "Persetujuan atas paket ini sudah sejak Mei 2011. Sedangkan saya secara pribadi tidak pernah menyatakan setuju apalagi dikonfirmasi sebelumnya untuk paket ini," ujar Nining.
"Mohon tanggapan dari Telkom, dan logo Telkom Comitted 2 U benar-benar tidak sesuai karena keluhan pelanggan lambat direspons. Dan dengan cara-cara Telkom seperti ini, sebaiknya logo Telkom diganti saja menjadi 'Telkom Comitted 2 Robbed U'," tandas pembaca lain yang merasa kesal.
Menurut keterangan sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan saat ini memang ada program yang dilakukan kantor Telkom pusat menawarkan kepada konsumen untuk mengambil paket tagihan tetap (PTT), yang nilainya bervariatif mulai yang terendah Rp 65.000,00, Rp 100.000,00 sampai jutaan rupiah. “Bagi pelanggan yang aktif, akan merasakan manfaatnya karena dinilai lebih murah. Tapi, bagi yang pasif akan rugi,” katanya.
Dipromosikan tidak terbuka
Program Bebas Aboemen dari PT Telkom Indonesia, sejak tiga tahun memang menjadi program yang menarik bagi pelanggan, siapa yang tidak mau beban layanan telepon yang lebih dikenal masyarakat sebagai ABODEMEN dibebaskan oleh telkom.
Tapi perlu diketahui bahwa program ini bukan “sekedar” program bebas abodemen, karena jika mau jujur ini adalah penawaran “PAKET TELEPON” dari telkom.
Mengapa demikian? karena sebenarnya program bebas abodemen ini adalah program yang diberikan oleh Telkom dengan memberikan paket tagihan tetap sebesar Rp. 75.000,00 (enam puluh ribu rupiah).
Detilnya adalah sebagai berikut :
• gratis lokal 200 menit/bulan
• gratis SLJJ 30 menit/bulan
• gratis GSM 15 menit/bulan
• tarif extended Rp. 120,-/menit (tarif biasa rp. 250/menit)
Tapi melihat fenomena sekarang yang dikeluhkan pelanggan adalah semakin membengkaknya tagihan telepon mereka. Siapa yang harus disalahkan dengan kejadian ini. apakah “kelihaian” marketing telkom mengelabui pelanggan? atau masyarakat yang ceroboh terhadap penawaran telkom
Apa yang sebenarnya dilakukan Telkom dalam mempromosikan program ini, sebenarnya menjebak masyarakat pengguna pesawat telefon di rumah. Pasalnya tagihan telepon semakin membengkak dengan ikut program ini. Di era yang sudah terbuka seperti ini, jika Telkom mencari keuntungan dengan cara seperti ini, tinggal tunggu saja suatu saat Telkom akan hancur. Jangan karena telkom BUMN terus bisa semena-mena kepada pelanggan.
Sumber: businessreview.co.id