Bak seorang pendekar yang dikarunia 10 nyawa, dengan beban utang yang tinggi, Bakrie tetap dipercaya diberi pinjaman oleh institusi keuangan global
Meski kondisi keuangan perusahaan yang memprihatinkan, Bakrie tak henti-hentinya melakukan. Bak seorang pendekar yang dikarunia 10 nyawa, dengan beban utang yang tinggi, Bakrie tetap dipercaya diberi pinjaman oleh institusi keuangan global.
Selain rencana membangun kawasan industri Trans Kalimantan Economic Zone senilai Rp10 triliun, yang terbaru Bakrie akan membangun megaproyek pipanisasi gas Kalimantan-Jawa (Kalija) sepanjang 1.200 kilometer (km).
Untuk tahap pertama, grup Bakrie akan memulai pembangunan proyek pipa transmisi gas ruas Kepodang-Tambaklorok sepanjang 200 km pada tahun ini. Pemilik grup Bakrie Nirwan Darmawan Bakrie belum lama ini berjanji, pembangunan pipa transmisi gas ruas Kepodang-Tambaklorok ditargetkan rampung 2014.
Sebagai gambaran, ruas pipa bawah laut Kepodang-Tambaklorok akan menghubungkan lapangan gas Kepodang yang dikelola kontraktor Petronas Carigali, di lepas pantai Semenanjung Muria, Jawa Tengah, ke PLTU Tambaklorok, di Semarang.
Empat tahun lalu (2008) Petronas Carigali meneken perjanjian jual beli gas dengan PLN. Dalam kesepakatan tersebut, selain memasok gas, Petronas juga sekalian membangun jaringan pipanya. Namun setahun kemudian, Bakrie mengusulkan kepada pemerintah agar Kepodang-Tambaklorok dimasukkan sebagai megaproyek
Tahun 2010 pemerintah menyetujui usulan ini, sehingga rancangan proyek Kepodang-Tambaklorok musti diubah. Akibatnya, pasokan gas ke Tambaklorok yang sedianya bisa dimulai sejak 2011 lalu, molor menjadi tahun 2014.
Sebagai kompensasi, pemerintah harus memperpanjang kontrak kerja sama Blok Muriah (tempat Lapangan Kepodang) dengan Petronas Carigali, selama tiga tahun. Semula KKS Muriah seharusnya habis pada 2021, namun diperpanjang sampai 2024
Kepastian pembangunan Kepodang-Tambaklorok agaknya berkaitan dengan kunjungan Nirwan yang didampingi Dirut Energi Mega Persada Imam Agustino, ke kantor Menteri ESDM Jero Wacik, Jumat (22/06) lalu. Kala itu Nirwan enggan berkomentar. "Tanya soal bola saja," katanya.
Dengan kondisi keuangan yang memprihatinkan, aksi korporasi terbaru ini patut dipertanyakan. Mesin uang keluarga Bakrie melalui PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) sepertinya tidak akan bersinar seperti tahun-tahun sebelumnya. Pemicunya, sejumlah anak usaha yang menjadi soko guru perusahaan Bakrie diperkirakan kinerjanya melempem dengan sejumlah permasalahan.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo mengatakan, sejumlah aksi korporasi yang dlakukan grup Bakrie belum memberikan keuntungan riil, khususnya kepada para pemegang saham. Meski dalam setiap aksi korporasi merinci seluruh potensi keuntungan, namun keuntungan itu belum dipegang perusahaan.
"Langkah-langkah yang dilakukan perusahaan milik grup Bakrie dilakukan seolah-olah hanya untuk terlihat melakukan aksi korporasi di mata investor," kata Satrio kepada Beritasatu.com, hari ini.
Di kalangan pasar modal, Bakrie dikenal sebagai perusahaan gali lubang tutup lubang. Seluruh aksi korporasinya selalu dibiayai utang. Lalu bagaimana kondisi utang perusahaan Bakrie. Berdasarkan data yang dihimpun Beritasatu.com, meredupnya mesin penggerak BNBR disebabkan sejumlah faktor.
Selain kepemilikan di Bakrieland Development Tbk (ELTY) dan PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) tergerus, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebagai soko guru PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) tengah dilillit persoaalan utang dan melemahnya harga batu bara.
Laporan keuangan BNBR audit 2011 menyebutkan, total utang perseroan mencapai Rp5,4 triliun. Dari total utang itu, sebesar Rp295 miliar jatuh tempo tahun ini yang berasal dari transaksi repo. Selain itu, perusahaan investasi juga harus melunasi utang US$437 juta (Rp4,3 triliun) dari 20 kreditur internasional yang digalang Credit Suisse, menyusul harga saham Bumi Plc turun dari yang disepakati.
Penurunan tersebut memicu margin call yang mengharuskan Bakrie melakukan top up dengan menambah US$100 juta. Bakrie Brothers dan Long Haul Holding menjaminkan 47,6 persen saham Bumi Plc milik grup Bakrie untuk memperoleh pinjaman itu.
Lalu apa lagi utang jangka pendek perusahaan Bakrie yang jatuh tempo di 2012? PT Bumi Resources Tbk (BUMI) salah satu perusahaan dengan jumlah utang yang cukup mengerikan. Mengutip laporan keuangan BUMI 2011, utang produsen batu bara yang jatuh tempo pada tahun ini mencapai US$638 juta (Rp6,38 triliun).
Di tahun 2013 sebesar US$1,1 miliar, 2014 sebesar US$635 juta, 2015 sebesar US$313 juta, 2016 sebesar US$450 juta dan di 2017 sebesar US$700 juta. Jika disederhanakan, hingga 2014 BUMI harus melunasi utang jatuh tempo sebesar US$3 miliar (Rp30 triliun).
Analis BNI Securities Viviet S. Putri mengungkapkan, aksi korporasi yang dilakukan kelompok usaha grup Bakrie akan terbebani utang. Beban itu tidak hanya kepada entitas usahanya, namun juga pada entitas lain dalam kelompok perusahaan Bakrie. "Jadi pendapatan dan labanya dikonversi untuk membayar utang,” kata dia kepada Beritasatu.com.
Selain dililit utang, kondisi BUMI diperburuk dengan terus menurunnya harga batu bara di tengah perlambatan ekonomi global yang turut mengurangi pernintaan batu bara dari China dan India sebagai motor penggerak ekonomi. Kondisi ini tentu tidak diinginkan BUMI sebagai eksportir batu bara kedua terbesar di dunia.
Apalagi produksi batu bara BUMI berupa cooking coal sangat sensitif terhadap krisis. Pasalnya, cooking coal banyak digunakan untuk industri pengolahan baja. Di tengah kondisi krisis seperti sekarang, praktis industri baja akan tertekan.
Dampak lebih lanjut, pendapatan Bakrie melalui perusahaan batu baranya akan tergerus. Sumber lain menyebutkan, tren pelemahan harga batu bara ini akan berlanjut hingga ke depan menyusul ditemukannya sumber energi baru di Amerika Serikat (AS) yang bisa menggantikan batu bara di masa mendatang.
Padahal kepemilikan keluarga Bakrie di BUMI paling besar dibanding perusahaan lain. Mengacu data Horizon Research, per Desember 2011, kepemilikan BNBR di BUMI mencapai 29,8 persen. Mengacu laporan keuangan 2011, BUMI memperoleh pendapatan US$4 miliar (Rp40 triliun), laba usaha US$1,12 miliar dan laba bersih US$221 juta. Dengan porsi kepemilikan tersebut, maka sumbangan pendapatan BUMI kepada BNBR mencapai US$1,17 miliar. Sementara laba usaha dan laba bersih menyumbang masing-masing US$330 juta dan US$60 juta.
Sementara motor uang grup Bakrie yang lain seperti ELTY atau UNSP sudah tidak bisa diharapkan. Di ELTY, kepemilikan grup Bakrie sudah tidak mayoritas paska masuknya Limitless Limitless World International Services Ltd. Lagi-lagi, penjualan sebagian saham Bakrie ke perusahaan investasi asal Qatar ini karena kesulitan likuiditas. Kini, saham Bakrie di perusahaan properti itu hanya tersisa 8 persen.
Adapun di sektor karet dan CPO, grup Bakrie tidak bisa bertumpu hanya pada UNSP menyusul tanaman yang menghasilkan terus menurun. Di sisi lain tanaman yang tidak menghasilkan justru meningkat. Jika saja performanya kinclong, mungkin bisa membantu mengingat porsi keluarga Bakrie di UNSP mencapai 27,42 persen atau menempati urutan kedua setelah BUMI.
Data Horizon Research juga menyebutkan, per Desember 2011, UNSP mencatat pendapatan Rp4,367 triliun dengan mengacu porsi kepemilikan di atas, maka kontribusi perusahaan sawit ini ke BNBR mencapai Rp1,197 triliun. Sementara laba operasional tercatat Rp1,219 triliun dengan kontribusi Rp334 miliar. Adapun laba bersih Rp744 miliar dengan menyumbang Rp204 miliar.
Dengan kondisi keuangan yang berdarah-darah akibat melambungnya utang dan melemahnya harga batu bara, maka kinerja perusahaan grup Bakrie tahun ini akan semakin tergopoh-gopoh. Apalagi di 2013 dan 2014 dimana beban utang untuk BUMI saja, sudah Rp30 triliun. Sementara pendapatannya jauh tidak menutupi beban yang ditanggung.
Namun bukan Bakrie jika tak mampu lolos dari kondisi tersebut. Sumber Beritasatu.com menyebutkan, grup Bakrie tengah menjajaki investor global untuk mencari dana segar senilai US$1 miliar (Rp10 triliun). Nantinya, dana tersebut digunakan untuk melunasi utang ke Credit Suisse senilai US$437 juta dan investasi di sejumlah anak usaha Bakrie & Brothers yakni PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL).
Sumber juga mengungkapkan, jika skema ini gagal grup Bakrie terpaksa akan menjual kepemilikannya di sejumlah perusahaan afiliasinya yakni Delta Dunia Makmur, Benakat Petroleum Energy, Energi Mega, Berau Coal Energy, Bumi Plc atau Bakrie & Brothers itu sendiri.
Mesin uang Bakrie & Brothers ditopang sejumlah anak usaha:
Di 2011 pendapatan BUMI tercatat US$4 miliar (Rp40 triliun). Mengacu porsi di atas kontribusi BUMI ke BNBR 29,8 persen setara dengan US$1,17 miliar Laba operasional US$1,12 miliar berkontribusi US$330 juta. Laba bersih US$221 juta berkontribusi US$60 juta
Kepemilikan BNBR di UNSP mencapai 27,4 persen
Di 2011 pendapatan UNSP Rp4,367 triliun. Mengacu porsi di atas, kontribusi UNSP ke BNBR kontribusi ke BNBR 27,42 persen setara dengan Rp1,197 triliun. Laba operasional Rp1,219 triliun berkontribusi Rp334 miliar. Laba bersih Rp744 miliar berkontribusi Rp204 miliar
Kepemilikan BNBR di ENRG mencapai 8,75 persen
Di 2011 pendapatan Rp2,122 triliun.Mengacu porsi di atas, kontribusi ENRG ke BNBR 8,75 persen setara dengan Rp185 miliar. Laba operasional Rp778 miliar berkontribusi Rp68 miliar. Laba bersih Rp68 miliar berkontribusi Rp6 miliar
Kepemilikan BNBR di ELTY mencapai 8,14 persen
Di 2011 pendapatan Rp2,013 triliun. Mengacu porsi di atas, kontribusi ELTY ke BNBR seebsar 8,14 persen setara dengan Rp163 miliar. Laba operasional Rp232 miliar berkontribusi Rp18,95 miliar. Laba bersih merugi (Rp19 miliar) berkontribusi merugi (Rp1,56 miliar)
Kepemilikan BNBR di BTEL mencapai 22,00 persen
Di 2011, pendapatan Rp2,591 triliun. Mengacu porsi di atas, kontribusi BTEL ke BNBR 22,00 persen setara dengan Rp569 miliar.Laba operasional merugi (Rp174 milar) berkontribusi merugi (Rp38,28 miliar). Laba bersih merugi (Rp782 M) berkontribusi merugi (Rp172 miliar)
Di luar lima perusahaan terbuka, masih ada tiga perusahaan di sektor logam, Bakrie Metal Industries dengan kepemilikan 99,99 persen, sektor infrastruktur, Bakrie Indo Infrastruktur (99,5 persen) dan sektor energi, Bakrie Energy (100 persen)
Daftar utang kelompok perusahaan grup Bakrie bersama afiliasinya yang jatuh tempo tahun 2012:
1. Bakrie & Brothers mencapai Rp 5,4 triliun
2. Bumi Resources US$ 638 juta (Rp6,38 triliun)
3. Bakrieland Development Rp 17,707 triliun
4. Energi Mega Persada Rp 11,215 triliun
5. Bakrie Sumatera Plantations Rp 9,644 triliun
6. Bakrie Telecom Rp 7,844 triliun
7. Bumi Resources Minerals Rp 3,338 triliun
8. Berau Coal Energy Rp 1,535 triliun
9. Visi Media Asia Rp 822,276 miliar
10. Darma Henwa Rp 406,165 miliar
Sumber : yahoo.com