Jakarta, adalah salah satu kota megapolitan yang memiliki sistem angkutan umum yang paling buruk. Kota yang dihuni puluhan juta manusia ini, tidak memiliki sebuah angkutan umum yang didesain untuk mengangkut ribuan hingga jutaan komuter tiap harinya.
Akibatnya, populasi kendaraan pribadi pun meningkat pesat dalam satu dekade terakhir. Pembelian mobil dan motor yang semakin mudah dengan sistem kredit membuat hampir siapa-saja bisa memiliki kendaraan bermotor hari ini. Dengan penambahan populasi yang begitu cepat, dan infrastruktur yang tidak seimbang, bisa dipastikan hasilnya adalah satu: kemacetan yang semakin parah.
Tadinya, saya adalah pengendara sepeda motor. Setiap harinya, saya menghabiskan 3 jam di jalan untuk mencapai kantor di daerah Senayan, dan lalu pulang lagi ke Depok. Setiap harinya, saya mengkonsumsi 3-4 liter bahan bakar hanya untuk mengantarkan saya, seorang diri. Setiap harinya, hampir pasti saya terlibat konflik dengan pengguna jalan raya lainnya - entah terserempet, dipotong jalannya, hingga kecelakaan.
Hingga akhirnya, saya mencoba untuk mencoba naik KRL menuju kawasan Sudirman. Awalnya, memang agak menyulitkan. Kurangnya informasi, kacaunya jadwal, membuat angkutan umum ini tidak ramah bagi pengguna baru. Namun toh akhirnya setelah sebulan saya menggunakan angkutan umum, saya mulai menemukan hal-hal yang tidak saya temukan saat menjadi pengendara motor.
Apa saja?
Tidak kena macet. Oh, pasti kamu akan terkena macet, tapi toh kamu tidak peduli. Kamu tinggal memejamkan mata dan berharap nantinya tempat tujuanmu tidak terlewat.
Bertemu banyak teman baru tiap harinya. Seminggu saja kamu menggunakan kereta dalam waktu yang sama, kamu akan hapal dengan wajah-wajah mereka yang juga pengguna setia. Siapa tahu salah satunya adalah jodoh?
Mengetahui banyak teman senasib saat pulang. Hal apa yang lebih melegakan, daripada bersama sekumpulan orang yang bernasib sama seperti kita? Di saat badan sudah begitu lelah, mata berat, kaki pegal, dan lalu melihat puluhan orang yang memiliki masalah yang sama, kamu bisa berkata dalam hati, "Aku tidak sendiri."
Olahraga - berlari mengejar kopaja dan kereta. Masalah utama masyarakat perkotaan yang kekurangan olahraga, mungkin bisa diatasi jika tiap harinya kamu membakar kalori untuk mengejar Kopaja di jalanan Jakarta.
Menggunakan trotoar dengan benar. Untuk menyebrang, bukan berjualan dan tempat mangkal ojek.
Mengenali lingkungan sekitarmu. Tahukah kamu, bahwa bunga kamboja di sekitar Semanggi tidak lagi wangi karena polusi?
Mengurangi kemacetan. Teorinya, sih begitu.
Mengurangi emosi dan kadar stres. Tidak perlu membuang tenaga untuk marah-marah pada pengendara yang melanggar lampu merah.
Mengetahui alasan kenapa turun dari bus kota sebaiknya menggunakan kaki kiri. Alasannya, karena kamu butuh menjaga keseimbangan saat turun dari bus yang masih berjalan ke arah kanan badanmu.
Tiket KRL tidak menentukan tujuan. Bahkan petugas kereta sering asal dan acak dalam memberikan tiket.
Mendapatkan hiburan. Masih banyak pengamen berkualitas. Di Stasiun Pondok Cina, saya menemukan pengamen dengan kualitas suara dan kemampuan bermusik tidak kalah dengan peserta Indonesian Idol.
Merasakan menjadi pahlawan hak asasi pejalan kaki karena terus menerus memprotes kebijakan buruk dari pemerintah kota melalui media sosial. Juga menyadari fakta pahit bahwa pejalan kaki tidak jadi prioritas di Jakarta.
Jumlah buku yang dibaca pertahun meningkat. Jika kamu gemar membaca, kamu bisa menghabiskan waktu di perjalanan sambil membaca buku. Sederhananya, waktu yang biasanya kamu habiskan untuk menyetir, bisa kamu gunakan untuk membaca buku-buku lama yang sudah berdebu di lemari kamu.
Mendapat cerita inspiratif dari perjalanan hidup supir taksi di tengah malam. Tak jarang supir taksi memiliki pengalaman dan cerita hidup yang bisa kita ambil.
Tidak perlu merasa bersalah karena membeli bensin Premium saat kamu dianggap mampu.
Tidak perlu membayar uang gedung parkir bulanan yang cukup besar. Dan uangnya, bisa kamu alokasikan untuk hal yang lebih bermanfaat lainnya, seperti, liburan.
Ada lagi?
Sumber : yahoo.com