Akhir-akhir ini, sebagian warga Surabaya, Jawa Timur resah. Serangan kumbang Tomcat di perumahan warga Surabaya telah membuat sebagian warga khawatir. Betapa tidak. Gigitan Tomcat bisa melukai kulit manusia.
Pakar serangga dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Aunu Rauf, mengungkapkan, meledaknya populasi Tomcat di Surabaya kemungkinan terjadi karena habitatnya yang mulai terusik akibat pembangunan.
"Saya belum mengetahui pasti posisi lokasi apartemen tersebut apakah berada di sekitar persawahan atau bukan. Tapi yang pasti kenapa banyak terdapat disana bisa jadi wilayah itu merupakan habitatnya," ujar Prof Aunu seperti dikutip Antara.
Aunu mengatakan, perlu dilakukan pengecekan langsung lokasi perumahan warga yang mengalami serangan Tomcat tersebut untuk memastikan apakah ledakan populasi dipicu oleh keberadaan pemukiman di kawasan habitat hewan tersebut.
Dijelaskannya, binatang yang disebut Tomcat ini sebetulnya adalah hewan sejenis kumbang dengan nama ilmiah Paederus fuscipes. Kumbang Paederus fuscipes berkembang biak di dalam tanah di tempat-tempat yang lembab, seperti di galengan sawah, tepi sungai, daerah berawa dan hutan.
Telurnya diletakkan di dalam tanah, begitu pula larva dan pupanya hidup dalam tanah. Setelah dewasa (menjadi kumbang) barulah serangga ini keluar dari dalam tanah dan hidup pada tajuk tanaman
.
Siklus hidup kumbang dari sejak telur diletakkan hingga menjadi kumbang dewasa sekitar 18 hari, dengan perincian stadium telur 4 hari, larva 9 hari, dan pupa 5 hari. Kumbang dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang betina dapat meletakkan telur sebanyak 100 butir telur.
"Bisa jadi pemukiman dibangun di wilayah tempat perkembangbiakan kumbang tomcat, misalnya di dekat persawahan atau di pinggiran dekat hutan yang lembab atau tempat berawa. Pada kondisi ini kumbang pada malam hari akan berdatangan ke perumahan karena tertarik cahaya lampu," katanya.
Sumber: republika.co.id