Emi Safitri Wibowo khawatir dengan berat badannya yang di bawah rata-rata. Dengan tinggi badan 160 sentimeter, seharusnya berat ideal Emi berkisar 54 kilogram. Kenyataannya, berat badan perempuan 30 tahun itu hanya 43 kilogram.
Pertanyaan besar pun bergayut di benak Emi. Salah satunya, ia khawatir tersambar osteoporosis atau kerapuhan tulang. Sebab, ia pernah mendapat informasi bahwa orang kurus seperti dirinya lebih rentan terkena osteoporosis. Jantung Emi kian dag-dig-dug karena sering merasa ngilu di bagian bahu dan pinggang setelah menggendong anaknya yang masih balita.
"Apa benar orang kurus gampang terkena osteoporosis, Dok? Soalnya saya sering sekali ngilu di bagian bahu dan pinggang," kata Emi dalam seminar bertajuk "Susu Membantu Pencegahan Pelepasan Tulang dalam Dua Minggu" di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Senin pekan lalu.
Menanggapi pertanyaan itu, Fiastuti Witjaksono, dokter spesialis gizi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, salah satu pembicara seminar, membenarkannya. Dijelaskan bahwa orang kurus memang lebih rentan terkena osteoporosis. Hal itu terjadi karena bentuk tulang orang kurus lebih kecil dibandingkan orang dengan berat normal. Agar lebih pasti, Fiastuti meminta Emi melakukan tes uji kepadatan tulang, yang alatnya disediakan di ruangan tempat seminar.
Seseorang disebut mengalami osteoporosis, menurut dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, Siti Annisa Nuhonni, bila densitas massa tulangnya minus 2,5 DMB (density mass bone). "Bila minus 1,5 DMB belum bisa disebut osteoporosis, tapi sudah dapat dikatakan gejala," ujar Annisa dalam kesempatan yang sama.
Agar mereka yang berat badannya kurang tak gampang terkena osteoporosis, Fiastuti melanjutkan, ada beberapa nutrisi yang harus dipenuhi. Yang paling penting adalah asupan kalsium. Selama ini, kalsium diketahui bermanfaat untuk membangun dan menguatkan tulang. Zat ini juga dapat membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko terkena diabetes. Kalsium bisa didapat dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Lauk yang mengandung kalsium tinggi, antara lain, ikan teri, tahu, dan tempe.
Fiastuti mengingatkan bahwa jumlah kalsium yang dibutuhkan setiap orang berbeda, tergantung umur dan kondisi tubuh. Kebutuhan kalsium pada anak adalah 800 miligram per hari, remaja 1.200 mg per hari, dewasa 1.000 mg per hari, ibu hamil dan menyusui 1.200 mg per hari, serta kalangan usia lanjut dan menopause 1.200 mg per hari.
Yang patut diperhatikan, kalsium mudah sekali terikat oleh kandungan zat pada makanan tertentu. Misalnya bayam, yang mengandung asam oksalat. Alhasil, ketika terikat dengan asam oksalat, kalsium berubah menjadi kalsium oksalat. Zat ini tidak mudah diurai dan sulit diserap oleh tulang. "Kalsium juga mudah terbuang melalui air seni dan feses," kata Fiastuti.
Soal kebutuhan kalsium, masih menurut Fiastuti, semua makanan dan laku-pauk sehari-hari hanya mampu memenuhi 20-30 persen kebutuhan tubuh. Dengan semakin bertambahnya usia seseorang, proses pelepasan massa tulang lebih banyak terjadi dibandingkan proses pembentukannya. Itu sebabnya, agar kepadatan tulang tidak terus tergerus, menambah asupan kalsium dengan minum susu bisa menjadi pilihan. "Minum susu berfungsi untuk tabungan kalsium dalam tulang," katanya.
Menurut Fiastuti, asupan kalsium dalam darah harus diperhatikan dan dijaga agar tetap dalam rentang normal. Hal itu penting untuk mencegah agar tubuh tidak mengambil kalsium dari sumber lain, misalnya tulang. "Karena itu, buat mereka yang jarang minum susu, ada baiknya melakukan cek massa tulang," kata Fiastuti.
sumber : tempo.co