PTKP Direncanakan Akan Naik? Jangan Senang Dulu - IniKabarKu.com

Breaking


PERKEMBANGAN VIRUS CORONA

Berita Selengkapnya

Bersama Lawan Covid-19

PTKP Direncanakan Akan Naik? Jangan Senang Dulu



Rencana pemerintah yang menaikkan besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari sebelumnya untuk pekerja berpenghasilan Rp 15,8 juta/tahun menjadi Rp 24 juta/tahun disambut baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Masyarakat dengan penghasilan sama dengan Rp 2 juta/bulan nantinya tidak akan dipungut pajak penghasilan.



Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis mengatakan dahulu waktu pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) ada usulan bahwa PTKP itu harusnya Rp 60 juta/tahun atau Rp 5 juta per bulan.


"Nah jika usul pemerintah menaikkan PTKP menjadi Rp 2 juta/bulan atau Rp 24 juta/tahun masih cukup rasional, artinya SBY mulai memahami arti pendapatan yang tidak kena pajak yang akan dinikmati masyarakat berpendapatan kecil," papar Harry kepada detikFinance di Jakarta, Minggu (29/4/2012).


Karena, lanjut Harry walau pemerintah kenakan pajak untuk mereka yang berpendapatan sebesar atau dibawah Rp 24 juta/tahun, mereka tetap terkena pajak-pajak jenis lain seperti PPN atau PPnBM, PBB, BPHTB dan sejenisnya.


"Tapi apapun saya kira inisiatif SBY patut diberikan respek karena sekarang pemerintah mulai mengerti arti mereka yang berpendapatan rendah dan pemerintah mulai menghormati mereka yang berpendapatan rendah," tutur Harry.


Seperti diketahui, lewat aturan baru maka pekerja atau pegawai berpenghasilan Rp 2 juta per bulan bakal dibebaskan dari pajak penghasilan (PPh).


Akan tetapi rencana ini harus mendapatkan persetujuan dari DPR terlebih dahulu. "Saya kira ini lebih adil. Sebaliknya yang kaya, yang super kaya, ya membayar pajak. Dengan demikian negara tetap memiliki penghasilan," kata SBY.


Selain soal bebas pajak bagi golongan berpenghasilan rendah, SBY juga meminta pembangunan rumah sakit untuk pekerja. SBY telah berkoordinasi dengan Menko Kesra, Menakertrans, Menteri BUMN, maupun Jamsostek, dan rencana tersebut sudah bisa diwujudkan dalam 2,5 tahun ke depan.


"Para pekerja bekerja 24 jam dengan sistem shift. Oleh karena itu, jam berapa pun kalau ada pekerja yang sakit, memerlukan pengobatan dan perawatan, rumah sakit itu harus tersedia," tegas SBY


Adanya rencana kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sekitar Rp 24 juta per tahun atau Rp 2 juta per bulan memberikan dampak pengurangan potensi penerimaan pajak dari Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi.


Namun, Pengamat Perpajakan Darussalam menilai masih banyak potensi pajak yang dapat digali guna menutupi kekurangan penerimaan pajak tersebut, seperti melalui penggenjotan penerimaan pajak dari sektor pertambangan, migas, dan perkebunan.


"Dengan menaikkan PTKP ini, pajak yang dipungut akan berkurang, ada potensial loss. Nah, perlu dipikirkan bagaimana untuk menutupnya. Tentunya dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Selama ini, katanya pertambangan, migas, dan perkebunan, masih besar potensinya, ini bisa diambil dari sni, UMKM juga, sayangnya untuk UMKM ini kan diundur tahun depan," ujarnya kepada detikFinance, Senin (30/4/2012).


Selain itu, lanjut Darussalam, kenaikan PTKP ini memberikan multiplier effects dimana terjadi konversi penerimaan pajak, dari pajak berupa PPh perorangan menjadi pajak PPh Badan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


"Dengan menaikkan PTKP maka penghasilan karyawan naik. Mereka bisa melakukan investasi yang nanti akan kena pajak juga, kemudian meningkatkan konsumsi juga yang kena PPN. Jadi ada multiplier effects, ada konversi pajak," paparnya.


Menurut Darussalam, evaluasi terhadap nilai PTKP ini harus dilakukan setiap tahun dengan melihat perkembangan kondisi perekonomian dan moneter serta harga pokok. Namun, memang perlu diperhatikan juga dampaknya terhadap target penerimaan.


"Terakhir itu penyesuaian PTKP pada tahun 2009, sampai sekarang belum ada penyesuaian, padahal harga kebutuhan pokok naik, inflasi naik, selayaknya naik. Jadi harus dievaluasi tiap tahun, meskipun belum tentu disesuaikan tiap tahun karena terkait potensial loss ini, jadi harus disinkronisasi dengan memerhatikan kebutuhan penerimanaan negara," pungkasnya.


Sumber : detik.com