Tamu Hotel Grand Hyatt berkumpul di lobi ketika listrik padam |
Gulita terjadi sejak matahari belum terbit. Persoalan lama, listrik bayar pet, kadang padam kadang hidup, terulang kembali.
Tidak ada penjelasan dari manajemen PLN, tak ada pula amukan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, seperti yang dia lakukan pada layanan - BUMN yang sudah jadi perusahaan publik - PT Jasa Marga. Begitu pintu tol macet, langsung turun ikut jadi petugas pintu masuk jalan bebas hambatan itu. Lain kesempatan, jual kartu elektronik tol.
Tapi kali ini memang tak ada suaranya. Sesunyi suara manajemen PLN, perusahaan negara yang diamanatkan undang-undang untuk MEMONOPOLI distribusi listrik. Yang pasti, dari rumah hingga hotel bintang lima di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, warga yang pasrah gerah lantaran tidak ada aliran listrik.
Sulit membayangkan apa yang terjadi seandainya PLN harus bersaing dengan perusahan swasta. Sejatinya, perusahaan dengan kondisi memonopoli pasar, selalu menguntungkan. Kalaupun ada kerugian, mengingat ada layanan publik dalam perusahaan tersebut, subsidi dikucurkan. Tentunya diambil dari anggaran negara yang berasal dari pajak rakyat.
Karena itu, rakyat yang membiayai dari pajak, sekaligus membayar langsung sebagai konsumen, berhak menuntut layanan terbaik. Entah yang ada di benak para eksekutif PLN yang necis-necis tentang hal ini.
Tapi sudahlah. Rakyat atau konsumen lebih sering berada di posisi yang lemah. Dan inilah delapan fakta tentang perusahaan plat merah, PT PLN (Persero), yang bisa membuat listrik padam dengan mengabaikan konsumen itu.
1. Warga bisa melakukan gugatan kelompok atau class action melawan PLN. Hal ini bisa dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, karena konsumen merasa dirugikan akibat padamnya listrik.
2. DPR sebagai wakil rakyat bisa mengawali dengan memanggil pimpinan PT PLN (Persero) sebagai BUMN, atas layanan yang diberikan untuk diminati pertanggungjawabannya. Sebab DPR pun ikut menyetujui pemberian subsidi kepada perusahaan tersebut.
3. PT PLN (Persero) adalah perusahaan negara yang memonopoli distribusi aliran listrik ke konsumen sesuai amanat Undang-Undang Ketenagalistrikan. Swasta tidak diperkenankan masuk ke sektor ini, kecuali di hulu, yaitu pembangkit.
4. Laba PLN tahun 2011, perusahaan yang masih terus minta kenaikan subsidi itu, berdasarkan laporan keuangannya mencapai Rp 13,3 triliun. Namun laba bersihnya diakui lebih sedikit, yaitu hanya Rp 7,2 triliun. Di antara alasannya, akibat adanya selisih kurs.
5. Pada APBN Perubahan 2012, perusahaan setrum milik negara ini mengajukan subsidi Rp 89,55 triliun dari sebelumnya yang Rp 40,45 triliun dengan alasan pasokan gas tersendat. Namun DPR menyetujui Rp 64,97 triliun.
6. Pembangkit PLN masih banyak yang menggunakan BBM, walaupun seharusnya menggunakan gas. Akibatnya, audit Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan, perusahaan tesebut kehilangan kesempatan untuk penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp 17,90 triliun pada 2009 dan Rp 19,70 triliun pada 2010.
7. Perusahaan yang pernah dipimpin oleh Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN saat ini, berencana menjual listrik ke Malaysia sebesar 500 megawatt. Jumlah itu setara dengan seperempat dari kebutuhan listrik Jawa-Bali saat beban puncak.
8. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah tentang tentang Jual beli Tenaga Listrik Lintas Negara pada 12 Maret 2012. Intinya penjualan hanya boleh jika: kebutuhan tenaga listrik setempat dan wilayah sekitarnya telah terpenuhi; harga jual tenaga listrik tidak mengandung subsidi; tidak mengganggu mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik.
Sumber: yahoo.com