Selama ini, ubi kayu atau singkong (manihot utilissima) belum dimanfaatkan secara optimal. Kebanyakan hanya diolah dengan direbus, digoreng, maupun dibuat keripik. Bahkan di sejumlah daerah hanya dijadikan sebagai bahan campuran pakan ternak. Oleh sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), ubi disulap jadi sereal.
Lima mahasiswa UGM, yakni Anisa Dian Safitri, Sigit Dwi Cahyono, dan Ahmad Syukron dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) dan Cerah Bintara Nurman serta Ervaningsih dari Fakultas Pertanian, mengolah ubi kayu menjadi tepung mocaf yang bisa digunakan sebagai alternatif penggunaan gandum atau bahan pembuat kue dan makanan lainnya.
"Adanya tepung mocaf ini diharapkan bisa meminimalisir ketergantungan Indonesia terhadap impor gandum," kata Sigit Dwi Cahyono kepada wartawan di Kampus UGM di Bulaksumur, Yogyakarta, Jumat (2/3/2012).
Menurut Sigit, tepung mocaf memiliki beberapa keunggulan di antaranya memiliki struktur serat pendek yang bersifat mudah dicerna. Di samping itu, tepung mocaf aman untuk dikonsumsi bagi penderita autis dan alzheimer karena tidak mengandung gluten.
"Tepung ini juga bersifat tidak banyak menyerap minyak goreng sehingga mampu menghemat penggunan minyak goreng," ungkap Sigit.
Dia memaparkan pembuatan tepung mocaf tergolong mudah. Singkong dikupas, dicuci lalu dipotong melintang dengan tebal sekitar 0,5 cm. Selanjutnya difermentasi menggunakan bakteri strain L. Plantarum kedap udara selama kurang lebih 3 hari 3 malam.
Setelah itu dicuci, ditiriskan, dan dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 hari. Terakhir, setelah kering lalu digiling hingga berbentuk tepung.
Dipaparkan Sigit, dalam satu kali produksi biasanya menggunakan 15 kg ubi kayu. Dari pengolahan 1 kg ubi kayu akan diperoleh sebanyak 200 gram tepung mocaf.
"Setelah diolah menjadi tepung mocaf nilai jual ubi kayu jadi meningkat. Biasanya 1 kg ubi kayu dijual di pasaran seharga Rp 2.500/kg. Namun setelah diolah menjadi tepung mocaf harganya bisa mencapai Rp. 6.500-8.000/kg," katanya.
Menurut dia, pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan diversifikasi pangan di Indonesia. Pengembangan tepung mocaf ini juga menghantarkan kelimanya mendapatkan penghargaan dari Masyarakat Ilmuan dan Teknologi Indonesia (MITI) dalam Hibah MITI Challange bersama dengan 19 tim lainnya dari sejumlah daerah di Indonesia.
Saat ini Sigit dan keempat rekannya, tak hanya berhenti mengolah ubi kayu menjadi tepung mocaf saja. Mereka terus berinovasi memanfaatkan mocaf menjadi bahan dasar pembuatan sereal bagi anak-anak balita. Sereal yang diberi nama Seremoni, ini dibuat dengan menggunakan tepung mocaf ditambah dengan pencampuran tepung kacang merah.
"Untuk memenuhi kebutuhan protein dalam bahan, kami menambahkan campuran tepung kacang merah dalam pembuatan sereal ini," kata Anisa Dian Safitri yang turut mendampingi Sigit.
Anisa menyebutkan pembuatan sereal dilakukan dengan mencampur tepung mocaf 60 persen, tepung kacang merah 20 persen, susu skim 4 persen serta garam 2 persen. Selanjutnya ke dalam adonan ditambah telur 10 persen dan margarin 4 persen.
Setelah semua adonan tercampur kemudian dilakukan pemipihan hingga tebal 2-3 mm, yang selanjutnya dibentuk menjadi sereal bentuk persegi ukuran 1x1cm, terakhir di oven kurang lebih selama 7 menit.
Saat ini sereal mocaf ini memang belum dipasarkan. Namun ke depan akan dikembangkan ke arah bisnis. Para mahasiswa masih fokus untuk pelatihan pembuatan mocaf dan sereal mocaf bagi pada ibu-ibu di Desa Kulur, Kecamatan Temon, Kulon Progo.
Sejak Januari lalu kelima mahasiswa UGM ini mulai melakukan pendampingan untuk mengentaskan permasalahan gizi buruk pada balita di daerah tersebut. Pendampingan dilakukan dengan memberikan pelatihan pada masyarakat dalam pembuatan tepung dan sereal mocaf.
Di daerah tersebut masih ditemukan kasus gizi buruk. Untuk itu dilakukan pendampingan di masyarakat dengan memberikan pelatihan pemanfaatan potensi bahan pangan lokal, singkong, diolah menjadi tepung dan sereal mocaf untuk dijadikan sebagai makanan tambahan.
"Kami berharap ini bisa memperbaiki status gizi balita di daerah tersebut," harap Anisa.
"Adanya tepung mocaf ini diharapkan bisa meminimalisir ketergantungan Indonesia terhadap impor gandum," kata Sigit Dwi Cahyono kepada wartawan di Kampus UGM di Bulaksumur, Yogyakarta, Jumat (2/3/2012).
Menurut Sigit, tepung mocaf memiliki beberapa keunggulan di antaranya memiliki struktur serat pendek yang bersifat mudah dicerna. Di samping itu, tepung mocaf aman untuk dikonsumsi bagi penderita autis dan alzheimer karena tidak mengandung gluten.
"Tepung ini juga bersifat tidak banyak menyerap minyak goreng sehingga mampu menghemat penggunan minyak goreng," ungkap Sigit.
Dia memaparkan pembuatan tepung mocaf tergolong mudah. Singkong dikupas, dicuci lalu dipotong melintang dengan tebal sekitar 0,5 cm. Selanjutnya difermentasi menggunakan bakteri strain L. Plantarum kedap udara selama kurang lebih 3 hari 3 malam.
Setelah itu dicuci, ditiriskan, dan dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 hari. Terakhir, setelah kering lalu digiling hingga berbentuk tepung.
Dipaparkan Sigit, dalam satu kali produksi biasanya menggunakan 15 kg ubi kayu. Dari pengolahan 1 kg ubi kayu akan diperoleh sebanyak 200 gram tepung mocaf.
"Setelah diolah menjadi tepung mocaf nilai jual ubi kayu jadi meningkat. Biasanya 1 kg ubi kayu dijual di pasaran seharga Rp 2.500/kg. Namun setelah diolah menjadi tepung mocaf harganya bisa mencapai Rp. 6.500-8.000/kg," katanya.
Menurut dia, pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan diversifikasi pangan di Indonesia. Pengembangan tepung mocaf ini juga menghantarkan kelimanya mendapatkan penghargaan dari Masyarakat Ilmuan dan Teknologi Indonesia (MITI) dalam Hibah MITI Challange bersama dengan 19 tim lainnya dari sejumlah daerah di Indonesia.
Saat ini Sigit dan keempat rekannya, tak hanya berhenti mengolah ubi kayu menjadi tepung mocaf saja. Mereka terus berinovasi memanfaatkan mocaf menjadi bahan dasar pembuatan sereal bagi anak-anak balita. Sereal yang diberi nama Seremoni, ini dibuat dengan menggunakan tepung mocaf ditambah dengan pencampuran tepung kacang merah.
"Untuk memenuhi kebutuhan protein dalam bahan, kami menambahkan campuran tepung kacang merah dalam pembuatan sereal ini," kata Anisa Dian Safitri yang turut mendampingi Sigit.
Anisa menyebutkan pembuatan sereal dilakukan dengan mencampur tepung mocaf 60 persen, tepung kacang merah 20 persen, susu skim 4 persen serta garam 2 persen. Selanjutnya ke dalam adonan ditambah telur 10 persen dan margarin 4 persen.
Setelah semua adonan tercampur kemudian dilakukan pemipihan hingga tebal 2-3 mm, yang selanjutnya dibentuk menjadi sereal bentuk persegi ukuran 1x1cm, terakhir di oven kurang lebih selama 7 menit.
Saat ini sereal mocaf ini memang belum dipasarkan. Namun ke depan akan dikembangkan ke arah bisnis. Para mahasiswa masih fokus untuk pelatihan pembuatan mocaf dan sereal mocaf bagi pada ibu-ibu di Desa Kulur, Kecamatan Temon, Kulon Progo.
Sejak Januari lalu kelima mahasiswa UGM ini mulai melakukan pendampingan untuk mengentaskan permasalahan gizi buruk pada balita di daerah tersebut. Pendampingan dilakukan dengan memberikan pelatihan pada masyarakat dalam pembuatan tepung dan sereal mocaf.
Di daerah tersebut masih ditemukan kasus gizi buruk. Untuk itu dilakukan pendampingan di masyarakat dengan memberikan pelatihan pemanfaatan potensi bahan pangan lokal, singkong, diolah menjadi tepung dan sereal mocaf untuk dijadikan sebagai makanan tambahan.
"Kami berharap ini bisa memperbaiki status gizi balita di daerah tersebut," harap Anisa.
Sumber: news.detik.com