Pemakaian Es Balok Bikin Produk Jajan Anak Tidak Higienis - IniKabarKu.com

Breaking


PERKEMBANGAN VIRUS CORONA

Berita Selengkapnya

Bersama Lawan Covid-19

Pemakaian Es Balok Bikin Produk Jajan Anak Tidak Higienis


Hasil Uji Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dari tahun 2009 sampai 2013 menunjukkan masih tingginya masalah kualitas mikrobiologi yaitu 50-70 persen yang mengakibatkan jajanan tidak memenuhi syarat. Dari hasil uji produk, jajanan yang paling banyak tidak memenuhi syarat yaitu es, minuman berwarna dan sirup, jelly atau agar, dan bakso.



"Masalah utama buruknya higienitas jajanan di sekolah karena sumber yang tidak memenuhi syarat yaitu es karena masih banyaknya penggunaan es balok dalam produk jajanan. Selain itu air yang digunakan tidak memenuhi syarat kualitas air minum, tanpa klorinasi, dan tidak dimasak lebih dulu," kata Deputi Bidang Pengawasan keamanan Pangan dan Bahan berbahaya Badan POM RI, DR Roy Sparingga, MApp.Sc.


Hal tersebut disampaikan Roy dalam Media Workshop 'Sehatnya Duniaku Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi' di Seremanis Resto, Jl KH. Agus Salim, Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2013).



"Lagipula, es balok itu sebenarnya bukan untuk dimakan tapi sebagai pendingin misalnya untuk ikan. Makanya itu harus dihentikan. Kalau konsumsi es balok eggak dihentikan, angka penduduk yang sakit di Indonesia masih tinggi," tambah Roy.



Selain itu, masalah kualitas mikrobiologis PJAS menurut Roy juga disebabkan karena tidak tersedianya air bersih untuk mencuci tangan dan perlatan, serta hygiene dan sanitasi pengolahan, penyimpanan, dan penyajian yang buruk.



Menanggapi hal ini, ahli gizi Dr Pauline Endang Praptini, MS, SpGK mengatakan bahwa penting bagi orang tua untuk memberi edukasi pada anak-anak tentang keamanan jajanan di sekolah.



"Bila konsumsi jajanan sembarangan, seperti es, bisa saja ada bakteri E-coli. Itu bisa membuat anak langsung demam, muntah, diare, atau typhus karena gejala typhus kalau tidak diare atau tidak bisa buang air besar yang disertai demam tinggi," kata dr Pauline.



Data BPOM tahun 2012 menunjukkan 37 persen provinsi belum mencapai target PJAS. Hal ini juga dipengaruhi oleh terbatasnya SDM dan sarana pada provinsi yang belum memenuhi target. Maka dari itu perlu dikembangkan fasilitator keamanan pangan sekolah dari berbagai kalangan misalnya tenaga kesehatan, LSM, pelaku usaha pangan, dan pihak sekolah.



Perlu juga pengawasan terhadap bahan baku yang akan digunakan untuk bahan baku jajanan. "Percuma kalau kita tingkatkan kualitas jajanan, tapi bahan bakunya masih belum memenuhi syarat, maka dari itu pengawasannya harus dilakukan dari hulu," kata Roy.



Meski begitu, ada penurunan penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) berlebih pada jajanan anak sekolah yakni 24 persen dari tahun 2012 menjadi 17 persen di tahun 2013. Penyalahgunaan bahan berbahaya juga menurun dari 9 persen di tahun 2012 menjadi enam persen di tahun 2013.



Survei badan POM tahun 2008 menunjukkan 99 persen anak sekolah selalu jajan. Survei ini melibatkan 108.000 responden di 4.500 SD dan Madrasah Ibtidaiyah di 18 provinsi.



Aksi nasional pangan jajanan anak sekolah (AN-PJAS) dicanangkan sebagai upaya untuk menggerakkan semua sektor guna menanggulangi masalah dan meningkattkan mutu, keamanan, dan gizi PJAS. Dampak aksi nasional PJAS diperkirakan dapat melindungi sekitar tiga juta siswa, perubahan perliaku terhadap enam juta orang tua siswa, 180.000 guru, 180.000 pedagang PJAS, dan 54.000 pedagang kantin.


sumber : detik.com